Yang Perlu Diketahui Tentang Ngompol Pada Anak

Selasa, 22 Juni 2010 0 komentar






Normalnya seorang anak mengompol hingga usia mereka menginjak 5-6 tahun. Pada usia ini kebiasaan ngompol di malam hari dianggap wajar karena anak memang belum terbiasa untuk mengontrol air kemih saat mereka tertidur. Berikut disajikan berbagai hal seputar ngompol pada anak.. Apa itu ngompol? Ngompol atau sering juga disebut dengan nokturnal enuresis ialah pengeluaran urine yang tidak disadari pada saat tidur. Terkadang definisi ngompol juga digunakan untuk menyebut anak anak yang gagal mengontrol pengeluaran urine saat mereka terjaga.
Apa saja jenis ngompol? Menurut terjadinya, ngompol dapat dibagi dua yaitu: Enuresis/Ngompol Primer - ngompol yang terjadi sejak bayi dan  Enuresis/Ngompol Sekunder - ngompol yang kembali terjadi setelah sang anak tidak pernah ngompol lagi minimal 6 bulan.

Apakah ngompol primer itu? Ngompol primer terjadi diduga akibat dari keterlambatan proses pematangan sistem saraf pada anak anak. Pada usia 5 tahun, kurang lebih 20% dari anak anak akan ngompol sekali dalam sebulan. Dari jumlah itu, 5% dari anak laki laki dan 1% dari anak perempuan akan ngompol pada malam hari.

Memasuki usia 6 tahun, prosentase anak yang ngompol akan berkurang menjadi 10% dan sebagian besar adalah anak laki laki. Prosentase anak yang ngompol setiap tahun akan terus berkurang menjadi setengahnya setelah sang anak melewati usia 5 tahun. Ada pula ahli yang menghubungkan riwayat keluarga dengan ngompol primer ini. Jika salah satu dari orang tuanya mempunyai kebiasaan ngompol maka kemungkinan 45% anaknya akan mempunyai kebiasaan yang sama.
Apa yang menjadi masalah utama dari ngompol primer? Masalah utama yang dihadapi oleh anak anak pengompol primer adalah ketidakmampuan otak untuk menangkap sinyal yang dikirimkan oleh kandung kencing yang sudah penuh saat sang anak terlelap. Kenyataannya, kapasitas kandung kencing pada anak pengompol lebih kecil daripada anak anak yang normal.
Apakah ngompol primer ada hubungannya dengan masalah emosional? Beberapa orang tua mempercayai bahwa kebiasaan ngompol primer yang terjadi pada anak anak mereka disebabkan oleh karena faktor emosional. Namun tidak ada penelitian di bidang kedokteran yang mampu membuktikan pernyataan ini.
Bagaimana mengatasi ngompol primer? Cara mengatasi ngompol primer sangat berhubungan dengan waktu. Kesabaran dan peran serta orang tua sangat diharapkan. Namun tidak sedikit dari mereka yang frustasi dengan lamanya sang anak mengalami ngompol primer dan mencoba melakukan berbagai cara untuk mengatasinya termasuk dengan memberikan penghargaan atau hadiah bila sang anak tidak ngompol. Ternyata tindakan ini cukup berhasil dalam mengatasi ngompol primer.

Tujuh puluh lima persen dari anak pengompol primer mengalami kemajuan yang berarti dengan cara ini. Orang tua yang selalu memotivasi anaknya untuk mengontrol kebiasaan ngompol sangat berpengaruh terhadap kemampuan sang anak dalam mengendalikan pengeluaran urine.
Seberapa sering kejadian ngompol sekunder? Hanya sekitar 2%-3% dari anak pengompol yang kebiasaan ngompolnya disebabkan oleh karena faktor penyakit. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya ngompol sekunder.
Penyakit apa saja yang menyebabkan ngompol sekunder? Infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme (kencing manis usia dini), tekanan berlebihan pada kandung kencing, dan gangguan saraf tulang belakang. Tekanan yang berlebihan pada kandung kencing terutama disebabkan oleh karena gangguan pengeluaran kotoran sehingga akumulasi kotoran pada usus besar akan menekan kandung kencing.
Bagaimana mendiagnosa penyebab ngompol? Umumnya, wawancara lengkap tentang riwayat keluhan yang dialami pasien dan pemeriksaan fisik sudah bisa memberikan gambaran tentang penyebab terjadinya ngompol sekunder. Akan lebih lengkap lagi bila ditambahkan dengan pemeriksaan urine dan biakan kuman urine. Pada ngompol sekunder kadang diperlukan pemeriksaan radiologi dan laboratorium yang lebih lengkap.
Bagaimana mengobati ngompol sekunder? Pengobatan ngompol sekunder sangat tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Dengan diobatinya penyakit yang mendasari maka diharapkan gangguan ngompol tidak akan terjadi lagi. Keberhasilan dari pengobatan ini tergantung dari keberhasilan dalam menemukan dan mengobati penyakit yang mendasari tersebut.

(perempuan.com)

Belajar Lebih Penting Daripada Bermain?

0 komentar
PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi   
bermainArieeeeeeeef, kok masih juga main mobil-mobilannya, Mama kan sudah bilang dari tadi, kamu sekarang harus mengerjakan pr dari sekolah, sebentar lagi kan mau berangkat kumon.
Aaaah Mama, nanti dulu deh, Arief kan mainnya baru sebentar banget, belum selesai nih Ma. Ini kan ambulans, ambulansnya lagi antar Lala ke rumah sakit, nggak boleh berhenti di jalan harus cepat sampai, kalau brenti-brenti kan kasian Lalanya, nanti nggak cepat sembuh. Brem brem brem brem breemmmmmmmmm

Banyak orangtua mengatakan kalau anak-anaknya malas dan tidak mau disuruh belajar, maunya maiiiiiin saja dan nonton tv. Orangtua harus tarik urat kalau menyuruh anaknya belajar. Tapi di sisi lain justru bisa dilihat kalau anak masa sekarang justru lebih banyak belajar dibandingkan dengan masa kanak-kanak saya, misalnya. Sekolah-sekolah untuk anak-anak ada yang sudah dimulai dari anak umur 1,5 tahun (walaupun sekolah usia ini tentunya belum mulai belajar). Banyak TK yang menekankan kurikulumnya untuk mengajar anak membaca, menulis dan berhitung, bukan lagi sekedar bermain-main. Anak-anak SD bersekolah dengan waktu sekolah yang lebih panjang. Pulang sekolah anak masih mengikuti bermacam-macam les, misalnya kumon, sempoa, super brain, balet, piano dan komputer. Selain untuk sekolah dan les, anak-anak juga masih perlu waktu untuk mengerjakan pr, mandi, makan dan istirahat (tidur). Jadi kapan dong waktu anak-anak bermain? Jadi sebenarnya, apakah anak-anak memang malas belajar atau mereka kurang waktu bermain? Orangtua sekarang ini seringkali cukup ambisius terhadap anak-anaknya, mereka ingin anaknya sepintar mungkin, dan diwujudkan dengan mengikutkan anak pada berbagai macam les. Tidak salah kalau orangtua berharap anak sepintar mungkin, tapi kebutuhan anak untuk bermain jangan diabaikan, karena bermain adalah hal yang penting buat anak.
Apakah bermain itu?
  1. Bermain tentunya merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja. Menurut Hughes (1999), seorang ahli perkembangan anak, harus ada 5 unsur di bawah ini dalam suatu kegiatan yang disebut bermain:
  2. Tujuan bermain adalah permainan itu sendiri dan mendapat kepuasan karena melakukannya (tanpa target), bukan untuk misalnya mendapatkan uang.
  3. Dipilih secara bebas. Permainan dipilih sendiri, dilakukan atas kehendak sendiri dan tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa.
  4. Menyenangkan dan dinikmati.
  5. Ada unsur kayalan dalam kegiatannya.
  6. Dilakukan secara aktif dan sadar.

Di luar pendapat Hughes, ada ahli-ahli yang mendefinisikan bermain sebagai apapun kegiatan anak yang dirasakan olehnya menyenangkan dan dinikmati (pleasurable and enjoyable). Bermain dapat menggunakan alat (mainan) ataupun tidak. Hanya sekedar berlari-lari keliling di dalam ruangan, kalau kegiatan tersebut dirasakan menyenagkan oleh anak, maka kegiatan itupun sudah dapat disebut bermain.
Apakah bermain penting?
Papalia (1995), seorang ahli perkembangan manusia mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain anak-anak, menemukan dan mempelajari hal-hal/keahlian baru (dan belajar {learn} kapan harus menggunakan kemampuan tersebut) serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya (need). Lewat permainan, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang.
Apa untungnya kalau anak bermain?
Membaca uraian tentang pentingnya bermain, orangtua mungkin berpikir hal-hal tersebut di atas bisa didapatkan anak dengan cara belajar (study). Malah dengan belajar anak bisa pintar, kalau main terus-terusan anak tidak bisa pintar. Pendapat ini ada benarnya juga, terutama jika kepintaran hanya berhubungan dengan kemampuan akademis seperti membaca, menulis dan berhitung. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, kepintaran bukan hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung, dan juga kemampuan akademis bukan satu-satunya hal yang penting dan dibutuhkan. Ada hal lain yang penting dan dibutuhkan, misalnya kemampuan berkomunikasi, memahami cara pandang orang lain dan bernegosiasi dengan orang. Hal-hal tersebut tidak bisa didapatkan dengan belajar. Perasaan senang, menikmati, bebas memilih dan lepas beban karena tidak punya target, juga tidak bisa didapatkan dari kegiatan belajar.
Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang dia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara yang menggembirakan hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat bermain, tapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya. Orangtua akan dapat semakin mengenal anak dengan mengamati ketika anak bermain. Bahkan lewat permainan (terutama bermain pura-pura/role-playing) orangtua juga dapat menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orangtuanya dan keluarganya. Bermain pura-pura menggambarkan pemahamannya tentang dunia dimana ia berada.
Kreativitas anak juga semakin berkembang lewat permainan, karena ide-ide originallah yang keluar dari pikiran anak-anak, walaupun kadang-kadang terasa abstrak bagi orangtua.
Tidak hanya orangtua yang mengalami stres, anak-anak juga bisa. Stres pada anak dapat disebabkan oleh beban pelajaran sekolah dan rutinitas harian yang membosankan. Bermain dapat membantu anak untuk lepas dari stres kehidupan sehari-hari.
Jadi apakah anak saya masih perlu bermain?
Tentu saja sudah jelas jawabannya bahwa anak perlu bermain. Mungkin yang dikawatirkan orangtua adalah kalau anak terlalu banyak bermain dan tidak mau belajar. Kembali kepada ilustrasi awal, yang perlu dipastikan adalah apakah anak masih punya waktu bermain, setelah kegiatan belajar yang padat. Kalau memang sebenarnya anak punya waktu bermain, lalu berlanjut terus hingga tidak mau belajar, maka masalahnya adalah bagaimana kita memotivasi anak agar mau belajar. Hal memotivasi anak belajar tidak akan dibicarakan dalam artikel ini.
Saran bagi orangtua:
  • Pastikan dalam jadwal kesibukan anak sehari-hari, masih terdapat waktu luang yang cukup untuk anak bermain.
  • Sesekali ikut bermain bersama anak, pahami dirinya, kegembiraan, ketakutan dan kebutuhannya. Siapa tahu setelah itu tidak lagi menjadi orangtua yang terlalu ambisius.
  • Mendukung kreativitas permainanan anak, sejauh apa yang diperbuat anak dalam permainan bukanlah perbuatan yang kurang ajar, tidak merugikan, menyakiti dan membahayakan diri sendiri dan orang lain.
  • Membimbing dan mengawasi anak dalam bermain, tapi tidak over-protective. Anak mungkin tidak tahu kalau apa yang dilakukannya dalam permainan adalah perbuatan yang salah, karena itu mereka perlu dibimbing. Tapi jangan bersikap over-protective sampai menghalangi kebebasannya. Misalnya, kalau anak bermain lari-larian dan pernah terjatuh adalah wajar, jadi tidak perlu melarang anak bermain lari-lari karena takut anak jatuh. Tapi kalau anak mengebut ketika bermain sepeda, tentunya perlu dilarang karena berbahaya.
  • Sekalipun dunia bermain adalah dunia anak-anak, tapi anak membutuhkan peran orangtua untuk dapat berada dalam dunianya itu secara aman dan nyaman. Dengan bermain, tidak hanya anak merasa senang dan bahagia ketika melakukannya; tapi dengan bimbingan yang tepat dari orangtua, potensi diri anak juga dapat berkembang, anak dapat menjadi pintar lewat sarana permainan. Anak senang dan orangtua bahagia.

Daftar pustaka:

Hughes, Fergus. (1999). Children, Play and Development. Boston.
Papalia, Diane E. (1995). Human Development. New York: McGrwa-Hill Inc.

(e-psikologi)

Bayi Laki-laki atau Perempuan ada Kiatnya

0 komentar




Secara ilmiah, penentuan jenis kelamin calon bayi sangat dipengaruhi oleh jenis kromosom yang berhasil menjangkau sel telur.

Bila kromosom X yang membuahi sel telur, maka akan lahir bayi perempuan. Sebaliknya, bila kromosom Y yang membuahi, maka akan lahir bayi laki-laki.

Sifat kromosom X berbeda dengan kromosom Y. Kromosom X, meski masa hidupnya lebih lama, memiliki kemampuan "berenang" lebih lambat dibandingkan dengan kromosom Y. Sedangkan kromosom Y itu perenang tangkas meski masa hidupnya lebih pendek.

Kiat yang mengikuti paham mitologi kuno, yang juga diikuti oleh dr. Jules Black dari Australia, ini katanya keberhasilannya mencapai 85%. Untuk memperbesar kemungkinan mendapatkan bayi laki-laki, dianjurkan agar sanggama dilakukan tepat pada saat sang istri sedang dalam masa ovulasi.
Untuk mengetahui saat itu, Anda bisa membeli peralatan sederhana (kit) yang tersedia di apotek. Posisi sanggama yang dianjurkan, istri memunggungi dada suami.

Posisi ini katanya lebih menjamin "tersimpannya" cairan sperma selain berdekatan sekali dengan bagian leher rahim istri. Dengan demikian, kromosom Y yang kemampuan berenangnya lebih cepat, praktis akan lebih cepat pula mencapai sel telur. Semakin sering cara ini dilakukan, semakin besar kemungkinannya untuk mendapatkan bayi laki-laki.

Bila kita menginginkan bayi perempuan, sanggama dilakukan sampai batas dua atau tiga hari sebelum masa ovulasi. Dengan demikian hanya kromosom X yang lebih bertahan lama sementara menunggu sel telur terlepas dari ovarium.

Sebelum hubungan dilakukan, dianjurkan untuk mengkonsumsi cairan asam. Di sini, dianjurkan pula agar penetrasi pria tidak terlalu dalam, sehingga diharapkan sel sperma kromosom X saja yang berkesempatan tetap hidup dan terus berenang menuju sel telur.

Disarankan posisi sanggamanya yang klasik (berhadapan). Menghindari orgasme (bagi istri) lebih dianjurkan agar tercipta lingkungan dalam vagina yang lebih alkalis (basa), lingkungan favorit bagi kromosom X.

Sebuah studi di Prancis menganjurkan, bila menginginkan bayi laki-laki, disarankan lebih banyak mengkonsumsi makanan asin, daging, serta makanan yang banyak mengandung kalium seperti pisang, aprikot, dan seledri. Bila ingin anak perempuan, banyak makan makanan yang mengandung banyak zat besi dan kalsium.

Tentu saja pilihan ini lebih tepat ditujukan bagi pasangan yang tidak mempunyai masalah dengan sistem reproduksinya. (dr. Audrey Luize)

8 Cara Melepas Kelekatan Anak

0 komentar

PDF Cetak E-mail
Di usia ini, anak memang masih amat lengket dengan orang tuanya. Namun dengan perlakuan yang tepat, melepas anak agar lebih mandiri, tidak mustahil, kok. Dalam melakukan aktivitas apa pun, kebanyakan anak usia batita ingin ditemani ayah-ibunya. Sarapan, mandi, pakai baju, atau minum susu, semua harus melibatkan kita. Kalau tidak, ia bisa ngambek. Sementara, setumpuk pekerjaan masih menunggu untuk diselesaikan.
Menanggapi hal ini, Niken Ayu Purbasari, S.Psi. mengatakan, penyebab kelekatan anak yang berlebih tak lain disebabkan pola asuh keliru. Jika orang tua selalu membiasakan diri menolong anak, kelewat melindungi, membatasi gerak, dan bersikap otoriter terhadapnya, wajar saja bila akhirnya ia sangat tergantung pada orang tua, kelewat lengket, dan kurang bisa bersikap mandiri. "Anak, kan, belajar dari lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Kalau keluarga menerapkan pola pendidikan yang keliru, bukan tidak mungkin pertumbuhan kepribadiannya jadi kurang baik," urai psikolog dari Yayasan Mutiara Indonesia ini.
Ketidakmandirian semacam itu jelas akan menimbulkan kerugian bagi si kecil. Di antaranya, tidak bisa secara optimal mengembangkan kepribadian, serta kemampuan sosialisasi dan kehidupan emosionalnya juga terhambat. Itulah mengapa orang tua dituntut mencermati kelekatan yang berlebih ini, sekaligus segera melakukan langkah-langkah perbaikan. Jika tidak, pengaruh buruknya akan berbekas hingga ke masa mendatang. Ingat, masa batita merupakan dasar dari pembentukan kepribadian seorang anak hingga ia berusia dewasa.
Berikut 8 langkah yang diberikan Niken, agar anak bisa melonggarkan keterikatannya pada ayah-ibu.
1. TUMBUHKAN RASA AMAN DAN NYAMAN
Kelewat lengket dengan orang tua sebetulnya merupakan ungkapan rasa tidak aman. Rasa ini umumnya muncul pada saat anak berada di luar rumah. Saat itu ia merasa harus terpisah dari keluarganya, terutama ayah dan ibu.
Agar anak merasa aman, orang tua perlu memberi penjelasan sederhana yang mudah dimengerti, contohnya, "Om ini baik, kok. Dia juga pintar nyanyi dan bikin mainan lucu-lucu. Jadi, kamu enggak perlu takut." Selain aman, tumbuhkan pula rasa nyaman. "Kenapa takut? Kan, Mama ada di sini, di samping Adik," misalnya. Jangan lupa, tersenyumlah kepadanya agar tumbuh perasaan nyaman.
Rasa aman dan nyaman merupakan modal penting dalam melakukan berbagai aktivitas. Dengan merasa tenteram ia bisa bebas bermain yang berarti memudahkannya melepaskan diri dari kelekatan dengan orang tua.
2. BINALAH RASA PERCAYA DIRI.
Rasa percaya diri erat kaitannya dengan kemampuan menjadi mandiri. Jika diteruskan, kemandirian adalah lepasnya ketergantungan anak dari orang tua. Pupuklah rasa percaya diri anak dengan memberinya kebebasan dan kepercayaan melakukan segala sesuatu, asalkan tidak berbahaya.
Contohnya, biarkan anak memutuskan sendiri hari ini akan memakai baju yang mana. Beri kesempatan padanya untuk mengenakan baju dan sepatunya sendiri, bahkan menyisir rambut. Melalui kesempatan dan kebebasan yang kita berikan, rasa percaya dirinya akan terpupuk. Dari hari ke hari ia jadi semakin yakin dapat melakukan tugas-tugas tadi.
Bila kebiasaan ini terpupuk dengan baik, nantinya anak dapat memutuskan apakah dia memang bisa dan harus melakukan sesuatu atau tidak. Jangan lupa, pengalaman pertama yang dirasa menyenangkan dan memberi kepuasan pasti akan mendorong anak untuk melakukannya kembali.
3. HARGAI ANAK
Jangan pelit memberi penghargaan yang pas. Jangan pula menghubung-hubungkannya dengan pemberian materi. Pujian, belaian, ucapan kata-kata sayang dan hal-hal sejenis sudah cukup menumbuhkan rasa percaya diri anak.
Penghargaan atas hasil yang dicapai anak juga merupakan fondasi bagi bangunan percaya dirinya. "Setiap individu, termasuk anak pasti ingin mendapat penghargaan atas apa pun yang sudah dilakukannya. Termasuk bila masih terdapat kesalahan di sana-sini."
Pada anak yang merasa dihargai akan terbentuk konsep diri yang positif. Nah, konsep diri seperti itulah yang nantinya akan mendukung perilaku-perilaku positif.
4. KELELUASAAN BERMAIN
Biarkan anak bebas bermain bersama teman-temannya. Jangan lelah mendorongnya agar tertarik bermain bersama teman-teman. "Lihat, tuh. Kayaknya asyik banget, ya, main bola dengan teman-teman. Ayo, ikut main sana." Memperbanyak hubungan anak dengan dunia luar, baik dengan teman-teman sebaya maupun dengan yang beda usia akan menguatkan rasa percaya dirinya.
Buang jauh sikap overprotektif yang hanya akan merusak rasa percaya dirinya. Larangan ini-itu hanya akan mematikan kreativitas anak yang selanjutnya memperkuat rasa ketergantungan pada orang tua. Nah, agar anak bisa diarahkan melakukan segala sesuatu sendiri, mulailah dari hal-hal kecil yang kemudian meningkat ke hal-hal besar.
Bila dari awal rasa percaya diri anak relatif rendah, sementara ia juga kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi sama sekali, bukan mustahil akan makin sulit meminta anak tampil bersama orang lain. Tak heran, dalam melakukan aktivitas apa pun ia hanya mau bersama-sama dengan orang tua saja.
5. PERKENALKAN LINGKUNGAN DI LUAR RUMAH
Buka wawasannya dan beri ia alternatif kegiatan yang melibatkan banyak orang. Semisal mengajaknya ke rumah tetangga atau kerabat yang memungkinkannya bermain bersama kawan sebaya.
Anak yang sudah memiliki rasa percaya diri umumnya akan lebih mudah diajak berkenalan dengan lingkungan luar rumah. Bermodal rasa percaya diri, anak lebih mampu diharapkan menekan rasa takut dan mindernya saat berada di lingkungan yang lebih luas. Kesempatan untuk mengenal lingkungan yang lebih luas inilah yang sepatutnya diberikan orang tua.
6. HINDARI INTERVENSI
Ketika anak mengalami masalah, orang tua sebaiknya jangan langsung menolong, apalagi mengambil alih semua permasalahan anak. Pola asuh semacam ini hanya akan membuatnya kurang memiliki citra diri positif dan semangat juang.
Pada anak yang mengalami masalah kelekatan, sikap orang tua yang ingin tampil sebagai dewa penolong dengan gemar main potong hanya akan menguatkan kelekatannya. Menghadapi masalah apa pun, anak merasa tak perlu berusaha. Soalnya, ia tahu persis orang tuanya akan segera turun tangan. Sikap ini kian mempertegas ketergantungannya.
Boleh jadi, intervensi orang tua dilakukan atas dasar rasa sayang. Tujuannya, membebaskan anak dari masalah. Namun kenyataannya, sikap seperti ini sama sekali tidak menguntungkan anak. Sebaliknya, kalau orang tua memang sayang, latihlah ia menolong diri sendiri. Mulailah dari hal-hal sederhana, seperti menyuap makanan sendiri.
Yang tidak kalah penting, janganlah mudah menyerah. Upaya yang merupakan salah satu dari tahapan belajar ini memang butuh waktu yang panjang disamping kesabaran.
7. ARAHKAN, BUKAN MALAH MEMOJOKKAN
Jika anak keliru atau tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya, barulah orang tua boleh ikut nimbrung. Itu pun sebatas memberi arahan dan bukan merampas kesempatan. Hanya saja, arahan yang diberikan haruslah disampaikan secara bijak. "Lo, kok, pegang sendoknya terbalik. Nasinya jadi tumpah, deh. Harusnya kamu pegang seperti ini (sambil mencontohkan) lalu masukkan ke mulut."
Penjelasan bijak yang bersifat mengarahkan akan sangat membantu dalam memperbaiki kesalahan tanpa membuat ketergantungannya jadi semakin kuat. Hindari pula sikap maupun kata-kata yang bersifat memojokkan, apalagi yang bernada menghujat. Kata-kata seperti itu hanya akan membuatnya merasa rendah diri dan takut mencoba atau melakukan sesuatu sendiri. Inisiatifnya surut ke batas minimum.
Kala mendapat tugas apa pun, ia akan selalu kembali ke orang tuanya tanpa berusaha hanya karena ia takut salah, dicemooh, dan dipojokkan. Yang lebih celaka, anak akan merasa orang tuanya selalu benar, sementara dirinya selalu salah, yang akhirnya kian menyulut ketergantungan.
8. JANGAN KELEWAT MENUNTUT
Orang tua, sebaiknya jangan terlalu menuntut anak untuk bisa melakukan apa saja sesuai standar tertentu. Misalnya, menuntut anak mengancing baju sendiri dengan sempurna. Bila tuntutan-tuntutan semacam ini dipaksakan kepadanya, sementara kemampuannya belum tumbuh dengan baik, hal itu hanya akan memunculkan konsep diri yang negatif. Padahal, agar bisa berkembang secara optimal, dibutuhkan suasana kondusif yang bisa memunculkan semua potensi anak.
Irfan Hasuki

Membantu anak menghadapi masalah gawat

0 komentar

PDF Cetak E-mail

Biasanya apa yang anda lakukan ketika anda menemukan bahwa anak anda menghadapi masalah yang gawat? Itu semua akan tergantung akan banyak hal seperti misalnya usia anak anda, kebutuhannya dan kemampuannya untuk mengerti. Tetapi ada beberapa panduan tertentu yang dapat anda ikuti untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.
  • Temukan perasaaan optimis anda. Pada saat menghadapi masalah, biasanya anak-anak bereaksi terhadap yang mereka rasakan. Kita sebagai orang tua sangat penting menunjukkan bahwa kita berusaha keras dapat menemukan jalan untuk menegaskan sesuatu dalam kehidupan mereka, bahkan jika kita tidak mampu untuk menyelesaikannya
  • Coba untuk dapat memberi pertolongan yang praktis sepanjang dapat anda lakukan. Dukungan secara fisik seperti membantu dengan mengatur barang-barang atau membuat makanan favorit, dapat membuat perbedaan terutama pada saat terjadi krisis. Membantu, dengan segala bentuknya, dapat membebaskan energi yang anda miliki untuk berkumpul bersama dengan anak anda, bahkan untuk menentramkan hati atau menerangkan sesuatu kepada mereka. Seringkali teman-teman ingin atau paling tidak membantu, dan membiarkan mereka untuk melakukan sesuatu untuk hubungan mereka dan membangun komunitas yang ada.
  • Mendengarkan apa yang dirasakan anak anda. Anak-anak seringkali punya perasaan dalam merespon untuk merubah apa yang tidak bisa mereka kontrol. Ini sudah diluar kemampuan anda untuk membuat segalanya menjadi lebih baik, tetapi anda dapat memberikan anak anda hadiah yang tidak ternilai dari hanya mendengarkan.
  • Memberi anak anda informasi seperlunya dengan menggunakan cara-cara yang mudah. Ini sangat penting untuk memberikan informasi kepada anak anda tentang segala hal yang terjadi. Termasuk kemungkinan akibat-akibat yang akan dihadapi,walaupun itu merupakan informasi yang sulit untuk disampaikan Sebagai contoh, sewaktu-waktu anda dapat mengatakan: "saya kehilangan pekerjaan saya dan saya khawatir karenanya. Ini mungkin memerlukan waktu yang agak lama untuk mencari pekerjaan baru, tapi itu bisa dipikirkan nanti jalan keluarnya" atau, "sejak ibu keluar, segalanya menjadi serba sulit. Ini akan membutuhkan waktu yang agak lama, tapi kita akan pikirkan jalan keluar bagaimana membuat segalanya berjalan apa adanya.
  • Menyesuaikan penjelasan yang akan anda berikan sesuai dengan usia anak anda dan kemampuan untuk mengerti. Anak-anak mudah untuk bingung dengan penjelasan yang ada dalam bentuk dua versi yang tidak dapat mereka pahami.
  • Berbagi perasaan yang anda miliki dengan anak-anak dalam usia dan cara yang tepat. Ini merupakan tantangan untuk memperhitungkan bagaimana untuk berbagi perasaan sedih dengan anak-anak. Merupakan hal yang sangat penting untuk bersikap jujur kepada anak-anak tentang perasaan kita, yang tentunya dapat mereka baca dari wajah dan tubuh kita. Mereka dapat mengetahui apakah kita sedang sedih, jadi ini penting bahwa kita dapat berbagi kesedihan yang kita rasakan dengan mereka. Tetapi juga penting untuk melindungi mereka dari adanya tekanan dari orang dewasa respon untuk situasi serius sehingga kita tidak berlebihan atau menakuti mereka.
  • Ketika anda penasaran apa yang dapat anda bagi dengan anak anda ketika mengalami kesulitan, ini akan membantu untuk bertanya kepada diri anda sendiri: "Apakah saya mampu untuk berbagi perasaan yang saya rasakan? Atau "Dapatkah saya mengekspresikan perasaan saya yang paling dalam tentang hal ini.
  • Orang dewasa punya anggapan yang berbeda tentang perubahan dari anak-anak. Orang dewasa menganggap suatu masalah secara luas dan biasanya akan langsung membuat rencana jangka panjang. Sedangkan anak-anak selalu menginginkan untuk mengetahui bagaiamana perubahan akan berdampak pada mereka sekarang.
  • Menyakinkan lagi anak anda tentang apa yang akan terjadi pada mereka. Anak-anak akan bertanya seperti, "apakah hal itu juga akan terjadi padaku?" "siapa yang akan menjagaku?" atau "dimana aku akan tidur?" Anda harus mampu untuk menanggapi perhatian anak-anak dengan memberikan jawaban yang konkret:
  • Gunakan situasi sebagai kesempatan untuk mengajari hal yang baik.
Sumber: Detik.Com

4 Trik Jitu agar Si Kecil Tak Sering Bertengkar

0 komentar

PDF Cetak E-mail


Salah satu kesulitan yang mesti dihadapi para orang tua adalah saat anak-anak mereka bertengkar. Dr Fredrick Toke, terapis khusus anak mengatakan: ''Sebagai orang tua kita harus mengajarkan mereka untuk bertoleransi, mempunyai empati dan tahu cara menyelesaikan masalah tanpa mendatangkan masalah''. Berikut 4 trik jitu cara menyiasati... ''Karen (32 tahun) hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat kedua buah hatinya 'asyik' bertengkar.. Riza (5tahun) dan Inggrid (4 tahun) sepertinya tidak pernah capai untuk saling berebut sesuatu. Mulai dari remote tv, playstation, buku cerita sampai memandikan Choco, anjing peliharaan mereka. Kalau sudah begitu Karen hanya tinggal tunggu waktu saja sampai salah seorang mereka menangis dan mengadu kepadanya.''
Banyak orang menyarankan sebaiknya punya anak dengan rentang waktu kelahiran sekitar 1-2 tahun. ''Supaya capeknya sekalian'', itu alasannya. Membesarkan 1 orang anak saja sudah cukup melelahkan apalagi 2 orang anak sekaligus! Kan sampai dengan umur 5 tahun adalah saat-saat paling penting bagi pertumbuhan anak. Sebagai seorang ibu tentu kita tidak mau mereka 'salah asuhan'.
Salah satu kesulitan yang mesti dihadapi para orang tua adalah saat anak-anak mereka bertengkar. Dr Fredrick Toke, terapis khusus anak mengatakan: ''Sebagai orang tua kita harus mengajarkan mereka untuk bertoleransi, mempunyai empati dan tahu cara menyelesaikan masalah tanpa mendatangkan masalah''.
Berikut 4 trik jitu cara menyiasati agar si kecil bisa berhenti bertengkar:
1. Habiskan Waktu yang Sama untuk Setiap Anak
Situasi:
Luna tidak mau keluar kamar sejak pulang sekolah. Dia ngambek begitu tau ayahnya menemani Luigi kursus sepak bola sore ini. Pikir Luna ayahnya tidak adil, karena ia tidak pernah ditemani ayahnya les piano.
Trik: Habiskan waktu yang sama untuk setiap anak. Temani mereka dalam melakukan hobi atau kursus yang mereka kerjakan.
Ahli mengatakan: Rasa marah si kecil karena cemburu akhirnya membuat mereka mencari alasan untuk bertengkar dengan saudaranya. ''Mereka akan berpikir Anda tidak adil karena Anda hanya mencintai yang lain'', ujar Dr Liz Norris. Nah, menghabiskan waktu bersama, selain menghapus kecemburuan itu juga membuat ikatan kekeluargaan semakin erat.

2. Beri Jam Weker
Situasi:
Aldi dan Alda ribut memperebutkan remote TV. Aldi ingin menonton Takashi Castle sementara Alda ingin menonton telenovela Dolce Maria di saluran lain.
Trik: Pasang jam weker! setiap anak diberi waktu 15 menit untuk menonton acara favoritnya. Bila alarm jam sudah berbunyi berarti 15 menit berikutnya untuk anak yang lain.
Ahli mengatakan: ''Adanya jam weker membuat mereka merasa mendapatkan pembagian waktu yang persis sama'', ujar Dr. Mark W Roberts, profesor di The Idaho state University. Namun sebaiknya Anda mengajak mereka bicara dahulu, ajarkan untuk menyelesaikan masalah bersama dengan sikap toleransi . Bila tidak ada titik temu barulah dipakai trik ini. Jika tidak ada yang mau mengalah, bertindaklah tegas tidak memperbolehkan keduanya menonton televisi, agar mereka tahu bahwa sikapnya bisa merugikan dirinya juga.

3. Beri Kode untuk Barang Setiap Anak
Masalah: Iko dan Erick selalu rebutan botol minum saat mau les berenang. Teriakan ''Ini punya aku!'' jadi sering terdengar di kuping.
Trik: Beri kode tertentu untuk setiap anak. Misalnya warna biru untuk Iko dan warna hijau untuk Erick. Bisa juga menggunakan angka.
Ahli mengatakan:
''Anak-anak sering ribut hanya untuk sesuatu yang tidak jelas. Pemberian kode bisa mengajarkan mereka berempati terhadap sesama, mereka akan mengerti bagaimana perasaan orang lain bila barangnya dipakai atau direbut'', ujar Dr. Janet Brown penulis What Colour is Your Personality.

4. Periksa Program Televisi
Masalah:
Akhir-akhir ini Uli suka memukuli Ila adiknya. Tidak keras sih tapi cukup membuat Ila berteriak mengaduh dan membalas memukul. Ketika ditanya Uli bilang kalau dia sedang berperan menjadi jagoan seperti di film yang ditontonnya.
Trik:
Periksa program televisi yang hendak ditonton. Jangan sampai si kecil menonton film yang penuh adegan kekerasan.
Ahli mengatakan: ''Di masa pertumbuhan, anak mudah sekali dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan didengar'', ujar Joanna Sulli, seorang psikolog anak. Bila sang buah hati ingin menonton suatu program acara pastikan Anda sudah menontonnya terlebih dahulu sebagai pencegahan bila ternyata program tersebut tidak cocok untuk anak-anak.
(sumber: hanyawanita.com)

Disleksia Pada Anak

0 komentar



Ditulis oleh Mutia Nst   
Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.

Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar 2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.

Deteksi dini disleksia pada anak

Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada seseorang yang tidak sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau tidak sesuai dengan usia, tingkat kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu terdapat masalah yang berhubungan dengan proses fonologik.

Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk menderita disleksia.

Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di sekolah tetapi sering orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat terlambat berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan tidak belajar membaca pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal pelajaran sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan tingkat kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca.

Walaupun anak telah diajarkan secara khusus, biasanya anak tersebut akan dapat membaca tetapi lebih lambat. Anak tidak akan fasih membaca dan tidak dapat mengenali huruf secara tepat. Disgrafia biasanya menyertai disleksia. Selain itu penderita disleksia akan mengalami gangguan kepercayaan diri.

Penilaian membaca

Membaca dinilai berdasarkan analisis, kefasihan dan pemahaman. Tes yang dapat digunakan untuk menilai fonologi anak adalah Comprehensive Test of Phonological (CTOPP). Tes ini mencakup kepekaan fonologik, analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah distandarisasi di Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa.

Pada anak usia sekolah salah satu tes yang penting adalah menilai apakah anak tersebut dapat menganalisis kata. Tes yang digunakan adalah Woodcock-Johnson III dan Woodcock Reading Mastery Test. Kefasihan berbicara dinilai dengan Gary Oral Reading Test. Untuk menilai kecepatan membaca suatu kata digunakan Test of World Reading Efficiency (TOWRE).

Sebagai uji tapis bagi para dokter, disarankan untuk mendengarkan dengan seksama saat anak membaca yang sesuai dengan usianya.

Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisis memiliki peran yang sangat terbatas dalam mendiagnosis disleksia. Gangguan sensori primer harus disingkirkan. Pemeriksaan neurologik pada penderita disleksia biasanya normal.

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, elektroensefalografi dan analisis kromosom hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan mengingat terdapat kelainan genetik seperti sindrom Klinefelter yang berhubungan dengan kesulitan bahasa dan mambaca.

Ajari si Kecil Menghargai Perbedaan

0 komentar





Lewat kata dan perbuatan, Anda dapat mengajarjkan pada anak-anak tentang empati dan pentingnya menghargai orang lain, terlepas dari semua perbedaan yang ada. Jika dulu ukuran kecerdasan anak kerap merujuk pada IQ (Intelligent Quotient), maka kini banyak ahli menekankan pentingnya membangun EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Seocial Quotient), sebagai modal keberhasilan anak. Kemampuan berinteraksi dengan berbagai kalangan adalah salah satu ketrampilan sosial yang berperan penting dalam mendorong seorang anak untuk berempati, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang lain. Semua kemampuan tadi tentu sangat diperlukan kelak saat ia dewasa dan masuk dalam dunia kerja dan lingkungan sosial.
Membangun kemampuan berinteraksi dan saling menghormati dengan orang dari berbagai kalangan tidak dapat dilakukan secara instan maupun dipelajari lewat nasihat semata. Anak-anak memerlukan contoh yang nyata. Sebagai orang tua, Anda biasanya menjadi role model utama bagi si Kecil. Anak-anak telah menyadari adanya perbedaan sejak usia sangat muda, meski orang dewasa di sekitarnya tidak pernah membicarakannya. Meski menyadari adanya perbedaan, namun mereka belum memahami apa arti perbedaan tersebut. Dari orang-orang dewasa di sekitarnya ia belajar tentang arti dan sikap dalam menghadapi perbedaan.
Diane Maluso, Associate Professor of Psychology di Elmira College, juga menekankan pentingnya peran orang tua tersebut. “Anak-anak bekajar tentang sikap orang tua terhadap orang lain dari cara orang tuanya berinteraksi dan dengan ungkapan-ungapan yang dilontarkan mengenai orang lain”, paparnya. Lewat sikap serta bahasa yang digunakan orang tuanya terhadap orang lain, anak-anak belajar tentang konsep diri dan relasinya dengan orang lain.
Jika Anda memiliki hubungan baik serta menunjukkan rasa hormat pada orang yang berbeda baik secara fisik, gender, sosial maupun ekonomi maka anak akan belajar bahwa semua perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan. Namun kalau anda justru kerap meremehkan atau berbicara dengan tidak sopan pada orang-orang tertentu, jangan heran jika si Kecil pun akan melakukan hal yang sama. Contoh paling sederhana, ingat-ingatlah cara memperlakukan pembantu rumah tangga dan supir di rumah. Kalau Anda kerap berbicara dengan nada memerintah dan meremehkan, siap-siap saja mendengar hal yang sama keluar dari mulut si Kecil.
Pada usia Sekolah Dasar, pemahaman anak akan status sosial dirinya serta teman-temannya juga makin meningkat dan mendorong terbentuknya sikap-sikap tertentu yang berkaitan dengan status sosialnya. Namun begitu, pada usia ini sikap egosentris anak-anak juga telah berkurang dibanding usia balita hingga mereka mulai mampu memfokuskan diri pada kualitas internal seperti kebaikan dan keburukan seseorang, dibandingkan perbedaan eksternal seperti perbedaan ras maupun kelas sosial. Pada tahap ini, lagi-lagi orang tua sangat berperan dalam mendorong anak-anaknya untuk mengeksplorasi perbedaan yang ada, memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan mereka, dan melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang membuka ruang berinteraksi dengan berbagai kalangan.
Berikut beberapa tips untuk mendorong anak-anak agar menghargai dan tidak membeda-bedakan orang dari berbagai kalangan:
  • Buka kesempatan untuk mempelajari berbagai perbedaan, seperti berinteraksi dengan berbagai kalangan, sebisa mungkin dimulai dari lingkungan terdekat seperti teman-teman bermainnya, kerabat hingga kegiatan-kegiatan rekreasi.
  • Pilih mainan, buku dan film yang merefleksikan berbagai jenis individu yang berbeda sepertui usia, profesi, latar belakang sosial – ekonomi, suku bangsa dan lain-lain
  • Berikan kesempatan pada anak-anak untuk bermain bersama teman-teman seusianya. Bermain adalah cara terbaik bagi anak-anak untuk belajar berinteraksi dan bekerjasama dengan orang lain.
  • Kemampuan memahami apa yang dirasakan orang lain atau berempati adalah kemampuan yang penting dimiliki oelah anak. Untuk menumbuhkannya, bantu anak mengungkapkan perasaaan mereka dan dorong mereka untuk membayangkan perasaan orang lain. Dengan begitu, anak akan memahami bahwa seperti dirinya, orang lain juga senang bila diperlakukan dengan baik dan sedih bila diperlakukan tidak baik
  • Saat anak-anak semakin besar dan mengajukan pertanyaan tentang berbagai perbedaan yang ada, dukunglah dengan memberikan informasi yang sesuai dengan usia mereka.
(http://www.sahabatnestle.co.id/)

Tips Mengajari Anak buang air kecil

0 komentar
Tanda Kesiapan Toilet Training PDF Cetak E-mail
"Duuh udah 2 tahun kok masih ngompol terus..."

Begitu mungkin yg ada dalam pikiran kita sebagai orang tua, nah berikut ini adalah tanda-tanda kesiapan anak untuk toilet training:

  • Tahu waktu untuk buang air kecil dan besar
  • Tidak betah memakai popok yg basah dan kotor
  • Bisa memegang alat kelamin atau minta ke kamar kecil jika ingin buang air
  • Bisa memakai dan melepas celana sendiri
  • Bisa memakai kata “pipis” atau “pup”
  • Berhasil membuat popoknya bersih dan kering selama 3-4 jam
  • Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya mukanya meringis, merah atau jongkok kalo mo buang air
Nah, semoga 7 tanda-tanda di atas bisa mewakili dan menjadi petunjuk buat kita sebagai orang tua buat memulai potty training.

Pendidikan Anak

0 komentar



pend_anakSebagai orang tua kita ingin memberikan pendidikan yang terbaik pada anak-anak kita. Dan hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, memilihkan sekolah yang baik buat anak-anak kita.

Saat memasukan anak-anak kita ke playgroup berbeda dengan TK, karena yang diutamakan adalah beradaptasi/sosialisasi dengan teman sebayanya disamping ada tujuan lain diantaranya :
  • bermain & bersenang-senang, sharing, merasakan "menang dan kalah", melatih kreatifitas anak, melatih motorik kasarnya, mempersiapkan anak agar pada saat masuk TK sudah tidak lagi susah dalam bergaul / beradaptasi dengan guru serta teman-temannya..
Untuk pertimbangan pemilihan TK diantaranya adalah :

  • Agama, mencari sekolah yang sesuai dengan agama karena pelajaran agama harus sudah dikenalkan kepada anak dari sejak dia dalam kandungan Ortua & juga sejak dia sudah mengetahui/ mengenal agamanya. Atau mencari sekolah yang tidak berdasarkan agama tertentu sehingga diharapkan anak menyadari dan mengetahui adanya perbedaan agama, perbedaan ras dan anak dapat bersikap sopan terhadap yang lain dan anak sadar akan identitas dirinya tetapi juga luwes bergaul dengan mereka yang berbeda dari dirinya.
  • Lokasi, dekat dengan rumah karena anak masih kecil, mudah untuk diantar dan dijemput. Jika terpaksa memilih sekolah yang letaknya jauh dari rumah, pengunaan bis sekolah dapat dipertimbangkan. Bis sekolah dapat melatih anak untuk mandiri dan bersosialisai dengan teman–teman yang berada dalam bis tersebut apalagi jika kedua orang tua bekerja dan tidak ada yang dapat mengantar dan menjemput, tetapi jika mengunakan bis sekolah anak akan berada terlalu lama dalam bis sekolah.
  • Kurikulum, mutu pendidikan, kemampuan guru, dan sekolah tidak mematikan kreatifitas anak, dimana anak tidak dituntut untuk mengikuti kehendak gurunya.
  • Biaya, dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan kualitas yang tidak mengecewakan

Saat anak memasuki sekolah yang lebih tinggi SD, SMP, SMA pertimbangan mutu sekolah, disiplin sangat diutamakan, kemudian kita berpikir untuk memasukan anak-anak kita pada sekolah swasta sesuai dengan agama atau pertimbangan lainya. Sekolah swasta memiliki fasilitas lebih dari sekolah negeri, dan guru yang selalu membimbing, mengarahkan dapat mudah ditemui, dengan bayaran yang tinggi sekolah swasta hanya dapat dinikmati golongan tertentu yang akhirnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Berbeda dengan sekolah negeri yang miskin akan fasilitas, guru yang terkadang tidak ditempat, sehingga murid "dipaksa" untuk mampu mandiri dan belajar sendiri, dan banyak keanekaragaman murid. Kebanyakan dan disadari atau tidak, memilih sekolah terkadang merupakan obsesi dari orang tua & rasa cinta Almamater.

Pendidikan anak bukan hanya disekolah saja, tetapi dirumah dan di masyarakat sekitar kita. Sebagai orangtua hanya berusaha membangun fondasi yang kuat untuk mereka termasuk mental-spiritual dan kita harus dapat menjadi teladan yang baik untuk anak kita.

Sebagai orangtua sebaiknya tidak hanya memikirkan IQ anak saja tetapi kita berusaha membentuk keseimbangan antara IQ dan EQ (kecerdasan emosional seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan), karena dengan EQ tinggi anak diharapkan dapat survive dalam segala masalah hidup walaupun anak itu hanya memiliki IQ yg rendah, dia mampu menghadapai kegagalan dan belajar mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut. Pada seseorang yang memiliki EQ rendah sedangkan berIQ tinggi, atau di atas rata - rata akan mempunyai kecendrungan untuk sulit menguasai emosi.

Apapun usaha dan harapan orangtua pada anak hrus diingat bahwa itu adalah kehidupan anak bukan milik kita, maksud kita ingin anak kreatif dan mandir tetapi sudah ngatur semua masa depannya.

(Dunia Ibu)

Melatih Bayi Membaca

0 komentar









abjadMungkinkah melatih anak usia dibawah 2 tahun untuk membaca?
Jika itu pertanyaan yang muncul dalam benak anda, dengan metode yang diciptakan oleh Glenn Doman, anda dapat mengajarkan membaca kepada anak anda dengan lebih cepat.
Seperti yang diungkapkan oleh Irene F. Mongkar, pemerhati anak dan praktisi metode Glenn Doman “Pada usia 11 bulan anak saya bisa membaca 87 kata, selanjutnya pada usia 3 tahun sudah membaca buku. Saat berusia 5 tahun, sudah membaca buku Lima Sekawan,” ungkap Irene F. Mongkar.
Beberapa bulan sebelum anaknya lahir, sekitar 13 tahun lalu, Irene mendapat buku karya Glenn Doman “Bagaimana Mengajar Bayi Membaca”. Buku yang sama telah dibaca dan dipraktikkan rekannya di Surabaya. Pada usia 18 bulan, anak sahabatnya itu sudah membaca judul-judul koran.
Setelah anaknya lahir, Irene mempraktikkan teori Glenn Doman. Saat usia bayinya 11 bulan, ternyata semua kata yang pernah dibacakan sejak ia usia 3 bulan, berhasil.
Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup di dunia ini, cuma manusia yang dapat membaca. Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia tiga tahun dan mereka menyukainya.
Tahun 1961 satu tim ahli dunia yang terdiri atas, dokter, spesialis membaca, ahli bedah otak dan psikolog mengadakan penelitian “Bagaimana otak anak-anak berkembang?”. Hal ini kemudian berkembang menjadi satu informasi yang mengejutkan mengenai bagaimana anak-anak belajar, apa yang dipelajari anak-anak, dan apa yang bisa dipelajari anak-anak.
Hasil penelitian juga mendapatkan, ternyata anak yang cedera otak-pun dapat membaca dengan baik pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi. Jelaslah bahwa ada sesuatu yang salah pada apa yang sedang terjadi, pada anak-anak sehat, jika di usia ini belum bisa membaca.
Penelitian tentang Otak Anak
area_otakBagi otak tidak ada bedanya apakah dia ‘melihat’ atau ‘mendengar’ sesuatu. Otak dapat mengerti keduanya dengan baik. Yang dibutuhkan adalah suara itu cukup kuat dan cukup jelas untuk didengar telinga, dan perkataan itu cukup besar dan cukup jelas untuk dilihat mata sehingga otak dapat menafsirkan. Kalau telinga menerima rangsang suara, baik sepatah kata atau pesan lisan, maka pesan pendengaran ini diuraikan menjadi serentetan impuls-impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang bisa melihat untuk disusun dan diartikan menjadi kata-kata yang dapat dipahami.
Begitu pula kalau mata melihat sebuah kata atau pesan tertulis. Pesan visual ini diuraikan menjadi serentetan impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang tidak dapat melihat, untuk disusun kembali dan dipahami. Baik jalur penglihatan maupun jalur pendengaran sama-sama menuju ke otak dimana kedua pesan ditafsirkan otak dengan proses yang sama.
Dua faktor yang sangat penting dalam mengajar anak:
1. Sikap dan pendekatan orang tua
Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang tua dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali.
Tekankan pada anak anda Belajar adalah:
- Hadiah, bukan hukuman
- Permainan yang paling menggairahkan, bukan bekerja
- Bersenang-senang, bukan bersusah payah
- Suatu kehormatan, bukan kehinaan
2. Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-betul singkat.
Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya. Karena apabila anak bosan, dia tidak akan tertarik lagi dengan hal tersebut, sehingga mempersulit kita untuk mengajak anak bermain.
Tahap-tahap mengajar:
TAHAP PERTAMA :
Mengajarkan anak anda membaca dimulai menggunakan hanya lima belas kata saja. Jika anak anda sudah mempelajari 15 kata ini, dia sudah siap untuk melangkah ke perbendaharaan kata-kata lain.
Cukup bikin semacam flash card, berisi kata. Bahan yang digunakan :
  • bahan-bahan dibuat dari kertas putih yang agak kaku (karton poster)
    Ukuran karton : tinggi 15 cm, panjang 60 cm
  • Kata-kata yang dipakai ditulis dengan spidol besar berwarna merah agar menarik bagi anak
  • Ukuran huruf, tinggi 12,5 cm dan lebar 10 cm, serta setiap huruf berjarak kira-kira 1,25 cm
  • Gunakan huruf kecil (bukan huruf kapital)
  • Buatlah hanya 15 kata, misal : IBU (UMMI/MAMA/BUNDA), BAPAK (ABI/PAPA/AYAH), BAJU, JENDELA, MATA, dll
  • Ke-15 kata-kata pertama harus terdiri dari kata-kata yang paling dikenal dan paling dekat dengan lingkungannya yaitu nama-nama anggota keluarga, binatang peliharaan, makanan kesukaan, atau sesuatu yang dianggap penting untuk diketahui oleh sang anak.
  • Tulisannya harus rapi dan jelas, model hurufnya sederhana dan konsisten
Contoh Flash Card :
FC-kuda
FC-jendela
Hari Pertama
Gunakan tempat bagian rumah yang paling sedikit terdapat benda-benda yang dapat mengalihkan perhatian, baik pendengarannya maupun penglihatannya. Misalnya, jangan ada radio yang dibunyikan.
  1. Tunjukkan kartu bertuliskan IBU/AYAH atau yang lainnya
  2. Jangan sampai ia dapat menjangkaunya
  3. Katakan dengan jelas ‘ini bacaannya IBU/AYAH’
  4. Jangan jelaskan apa-apa
  5. Biarkan dia melihatnya tidak lebih dari 1 detik
  6. Tunjukkan 4 kartu lainnya dengan cara yang sama
  7. Jangan meminta anak mengulang apa yang anda ucapkan
  8. Setelah kata ke-5, peluk, cium dengan hangat dan tunjukkan kasih sayang dengan cara yang menyolok
  9. Ulangi 3 kali dengan jarak paling sedikit 1,5 jam
Hari Kedua
  1. Ulangi pelajaran dasar hari pertama 3 kali
  2. Tambahkan lima kata baru yang harus diperlihatkan 3 kali sepanjang hari kedua. Jadi ada 6 pelajaran
  3. Jangan lupa menunjukkan rasa bangga anda
  4. Jangan lakukan test, belum waktunya !
Hari Ketiga
  1. Lakukan seperti hari ke-2
  2. Tambahkan lima kata baru seperti hari kedua sehingga menjadi 9 pelajaran
Hari keempat, kelima, keenam ulangi seperti hari ketiga tanpa menambah kata-kata baru.
Hari Ketujuh
Beri kesempatan pada anak untuk memperlihatkan kemajuannya:
  1. Pilih kata kesukaannya
  2. Tunjukkan kepadanya dan ucapkan denga jelas ‘ini apa?’
  3. Hitung dalam hati sampai sepuluh, Jika anak anda mengucapkan, pastikan anda gembira dan tunjukkan kegembiraan anda Jika anak anda tidak memberikan jawaban atau salah, katakan dengan gembira apa bunyi kata itu dan teruskan pelajarannya.
Ancaman
mengajar-bayi-membacaKebosanan adalah satu-satunya ancaman. Jangan sampai anak menjadi bosan. “Mengajarnya terlalu lambat akan lebih cepat membuatnya bosan daripada mengajarnya terlalu cepat”
Pada tahap pertama ini, dua hal luar biasa telah anda lakukan:
  1. Dia sudah melatih indera penglihatan, dan yang lebih penting: dia telah melatih otaknya cukup baik untuk dapat membedakan bentuk tulisan yang satu dengan yang lainnya.
  2. Dia sudah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa dalam hidupnya: dia dapat membaca kata-kata. Hanya ada satu lagi abstraksi besar harus dikuasainya, yaitu huruf-huruf dalam abjad.
TAHAP KEDUA : (kata-kata diri)
Kita mulai mengajarkan anak membaca dengan menggunakan kata-kata ‘diri’ karena anak memang mula-mula mempelajari badannya sendiri.
  1. Ukuran karton 12,5 tinggi dan 60 cm panjang
  2. Ukuran huruf 10 cm tinggi dan 7,5 cm lebar dengan jarak 1 cm
  3. Huruf dan warna seperti tahap pertama
  4. Buat 20 kata-kata tentang dirinya, misalnya: tangan kaki gigi jari kuku lutut mata perut lidah pipi kuping dagu dada leher paha siku hidung jempol rambut bibir
  5. Dari 3 kelompok kata masing-masing 5 kata di tahap awal, ambil masing-masing 1 kata lama dan tambahkan dengan 1 kata baru di tahap kedua
  6. Dari 20 kata baru pada tahap kedua, ambil 10 kata dan jadikan 2 kelompok kata masing-masing 5 kata
  7. Jadi sekarang anda memiliki:
    • 3 kelompok kata dari tahap pertama yang sudah ditambah kata-kata baru
    • 2 kelompok kata baru dari tahap kedua
    • total 5 kelompok kata = 25 kata
  8. Lakukan seperti tahap pertama
  9. Setelah 5 hari ganti 1 kata dari masing-masing kelompok dengan kata baru, sehingga anak mempelajari 5 kata baru.
  10. Setelah itu setiap hari ganti 1 kata lama dari masing-masing kelompok data dengan 1 kata baru. Dengan demikian setiap hari anak belajar 5 kata baru masing-masing satu dalam setiap kelompok kata, dan 5 kata lama diambil setiap harinya.
TIPS:
  • Usahakan jangan ada 2 kata yang dimulai dengan yang sama secara berurutan, misalnya ‘lidah’ dengan ‘lutut’
  • Anak-anak usia 6 bulan sudah bisa diajarkan. Lakukan dengan cara yang persis sama kalau anda mengajarnya berbicara
  • Ingat, membaca bukan berbicara
  • Usaha mengajar bayi membaca dapat membaca dapat mempercepat berbicara dan memperluas perbendaharaan kata.
TAHAP KETIGA : (kata-kata ‘rumah’)
197HND_Baby_SmallWeb_RGB-2Sampai tahap ini, baik orang tua maupun anak harus melakukan permainan membaca ini dengan kesenangan dan minat besar. Ingatlah bahwa anda sedang menanamkan cinta belajar dalam diri anak anda, dan kecintaan ini akan berkembang terus sepanjang hidupnya. Lakukan permainan ini dengan gembira dan penuh semangat.
  1. Ukuran karton 7,5 cm tinggi dan 30 cm panjang
  2. Ukuran huruf 5 cm tinggi dan 3,5 cm lebar dengan jarak lebih dekat
  3. Huruf dan warna seperti tahap tahap kedua
  4. Terdiri dari nama-nama benda di sekeliling anak serta lebih dari 2
    suku kata, misalnya: kursi, meja, dinding, lampu, pintu, tangga,
    jendela, dll
  5. Gunakan cara pada tahap kedua dengan setiap hari menambah
    5 kata baru dari tahap ke tiga
  6. Setelah kata benda, masukkan kata milik, misalnya: piring, gelas,
    topi, baju, jeruk, celana,sepatu, dll.
  7. Setelah itu masukkan kata perbuatan, misalnya: duduk,
    berdiri, tertawa, melompat, membaca, dll
  8. Pada tahap kata perbuatan , agar lebih menarik, sambil
    menunjukkan kata tersebut, anda praktekkan sambil katakana ‘Ibu
    melompat’, ‘kakak melompat’, dsb
TAHAP KEEMPAT :
  1. Ukuran kartu 4 cm tinggi dan 20 cm panjang
  2. Ukuran huruf 5 cm
  3. Huruf kecil, warna hitam
  4. Tunjukkan kata demi kata seperti tahap sebelumnya lalu gabungkan misalnya ‘ini’ dan kata ‘bola’ menjadi ‘ini bola’.
  5. Lakukan beberapa kata beberapa kali setiap hari.
TAHAP KELIMA : (susunan kata dalam kalimat)
1. Pilihkan buku sederhana dengan syarat :
  • Perbendaharaan kata tidak lebih dari 150 kata Jumlah kata dalam 1 halaman tidak lebih dari 15-20 kata
  • Tinggi huruf tidak kurang dari 5 mm
  • Sedapat mungkin teks dan gambar terpisah.
  • Carilah yang mendekati persyaratan tersebut
2. Salinlah kata-kata yang ada setiap halaman tersebut ke dalam satu kartu kira-kira ukuran 1 kertas A4.  Huruf hitam, ukuran tinggi huruf 2,5 cm. Jumlah kartu ’susunan kata-kata’ sama dengan jumlah halaman buku. Ukuran kartu harus sama walaupun jumlah kata tidak sama.
Sekarang anda sudah mempunyai kartu-kartu dengan kata-kata yang ada dalam setiap halaman buku yang akan dibaca anak. Lubangi sisi kartu-kartu untuk dijilid menjadi sebuah buku yang isinya sama namun ukurannya lebih besar.
3. Bacakan kartu demi kartu pelan-pelan, sehingga anak belajar kalimat demi kalimat.
4. Bacakan dengan ekspresi sesuai dengan kalimat bacaan.
5. Lakukan secara rutin, minimal 5 kartu sebanyak 3 kali selama 5 hari.
6. Ketika membaca kartu pada hari lainnya, kartu yang lama sebaiknya diulang. Setelah selesai kartu-kartu dibaca, simpanlah beurutan di dalam sebuah map atau dibinding deperti buku.
7. Pada saat selesai 1 buku, berilah ijazah yg ditandatangani ibu, yg menyatakan bahwa pada hari ini, tanggal ini, pada usia anak sekian, telah selesai dibaca buku ini.
TAHAP KEENAM : (susunan kata dalam kalimat)
Pada tahap ini, anak sudah siap membaca buku yg sebenarnya, karena dia sudah 2 kali melakukan hal itu. Perbedaan ukuran huruf dari 5 cm (Tahap 4), 2,5 cm (Tahap 5) dan 5 mm (Tahap 6 ini) adalah sangat berarti khususnya bagi anak yang masih sangat muda, karena itu juga berarti anda membantu mendewasakan dan memperbaiki indera penglihatannya.
Kunci Keberhasilan
  1. Jangan membosankan anak
  2. Jangan memaksa anak
  3. Jangan tegang
  4. Jangan mengajarkan abjad terlebih dahulu
  5. Bergembiralah
  6. Ciptakan cara baru
  7. Jawablah semua pertanyaan anak
  8. Berilah buku bacaan yang bermutu
Penutup
Pada dasarnya anak memiliki kemampuan yang luar biasa, khususnya pada usia yg semakin kecil. Hanya diperlukan perhatian, kemauan,ketekunan serta yang utama kasih sayang orangtua untuk membuatnya mampu mengeluarkan potensinya yg luar biasa tsb.
Referensi :
  • http://dranak.blogspot.com/2006/06/mengajar-bayi-anda-membaca-metode.html
  • Buku “Mengajar Bayi Membaca” – Glenn Doman
  • http://www.babyfirstyear.org/2007/11/teach-your-baby-to-read-using-glenn.html
(Dhika Cikul)



0 komentar
MAP Indonesia (Mesencephalon Aktivation Program) adalah perusahaan franchise yang sangat memperhatikan pada pendidikan anak dengan pelatihan Aktivasi Potensi & Optimalisasi Fungsi Otak Tengah dan kecerdasan spiritual Anak Usia 5–13 Tahun, untuk meraih kehidupan yang cemerlang di masa yang akan datang.
Pada saat ini metode mengaktifkan fungsi otak tengah/ midbrain untuk pengoptimalisasian kemampuan otak merupakan satu hal baru di Indonesia.
Mesencephalon Activation Program menggunakan tekhnologi komputer modern dalam mengaktifkan midbrain melalui kolaborasi, audio visual dan Kecerdasan Spiritual.
Mengembangkan kecerdasan spiritual akan membuat anak melihat sesuatu lebih tenang, meraih kembali antusiasme, menambah energi, menciptakan kegembiraan dan kegigihan yang merupakan ciri khas anak-anak.
MAP Indonesia merupakan salah satu penyedia pelatihan aktivasi dan opimalisasi otak tengah dan kecerdasan Spiritual. Pelatihan Aktivasi otak tengah adalah proses dimana anak mengalami pelatihan yang mampu melejitkan potensi diri dan sebuah fenomena, Menggugah dan mampu mengubah kehidupan yang akan membawa kita menemukan makna kebahagiaan yang hakiki”.Dalam proses pelatihan MAP, kita ajak anak-anak dalam pelatihan dalam kondisi yang senang, semangat, rileks, bahagia dan dalam proses aktivasi otak tengah juga kita kenalkan Tidur sambil belajar yang mampu meningkatkan daya ingat, melatih merasakan nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, yaitu Amal dan Syukur akan memperbesar kecerdasan spiritual anak beberapa kali lipat, Semakin cerdas spiritual anak akan menunjukkan kepolosan diri, Seperti layaknya karakter khas anak-anak, yaitu keceriaan, kegembiraan, spontanitas, antusias.
Adapun  metode yang akan diajarkan adalah:
  • Mengenalkan kekuatan spiritual yang akan menimbulkan efek besar terhadap setiap yang ada pada otak, tubuh dan jiwa anak
  • Aktivasi otak tengah / Midbrain dengan Tidur sambil belajar
  • Metode membaca dengan mata tertutup
  • Motivasi dan rahasia sukses
  • Tekhnik membaca cepat / Speed reading
  • Pemetaan pikiran / Mind mapping
  • Tekhnik melatih daya ingat
  • Bagaimana menjadi anak yang baik
  • Sesi orang tua
Materi pelatihan ini disampaikan ke anak didik dan orangtua hanya 2 hari, Hasil yang akan dicapai adalah:
  • Meningkatkan konsentrasi
  • Meningkatkan daya ingat
  • Meningkatkan kreativitas
  • Lebih cerdas
  • Lebih berbakat
  • Hormon lebih seimbang
  • Membentuk karakter positif
  • Emosi lebih stabil
  • Lebih berprestasi
Hasil-hasil yang akan dicapai di atas sudah terbukti, kami lakukan dengan memberikan pelatihan terhadap Anak didik di beberapa kota di Indonesia
Adalah satu kebanggan buat kita semua apabila kita bisa membantu anak-anak Indonesia untuk mewujudkan cita-cita generasi muda yang religius, cerdas, jenius, terampil, dan berakhlaq.
Mulailah dari sekarang,  janganlah menunda-nunda, Sebagai orang tua ini merupakan hak dan kewajiban Anda untuk mendidik putra-putri Anda. Membuat anak Anda senang, Anak-anak biasanya senang belajar dengan lingkungannya. Anda adalah guru alam baginya. Jangan terlalu menganggap remeh dengan kemampuan anak kita. Bila Anda menunjukkan banyak aktivitas pada anak maka ia akan menunjukkan minatnya. Anak-anak lebih cepat belajar dibanding orang dewasa. Ajarkan putra-putri Anda percaya diri. Ajarkan anak Anda merencanakan sesuatu. Yakinkah kepada anak Anda untuk tidak takut mencoba.

Sumber: http://map-info.net

Lima Poin Pendidikan Anak

0 komentar
Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.
Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.
Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)

Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.
Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:
Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.
Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.
Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.
Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
  1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
  2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
  3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.
Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.
Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).
Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.


Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:
Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.
Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN)
Catatan:

  • Lima Poin Pendidikan Anak: -1.Paradigma sukses-2.Mengenal Tahapan dan Sifat-3.Metode-4.Isi-5.Target.
  •  Buku Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) diterjemahkan dengan judul “Sistem Pendidikan Islam” terbitan Al-Ma’arif Bandung, dan buku Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam) diterjemahkan dengan judul Pendidikan Anak Dalam Islam.

Pendidikan Anak

0 komentar
Sebagai orang tua kita ingin memberikan pendidikan yang terbaik pada anak-anak kita. Dan hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, memilihkan sekolah yang baik buat anak-anak kita.
Saat memasukan anak-anak kita ke playgroup berbeda dengan TK,  karena yang diutamakan adalah beradaptasi/sosialisasi  dengan teman sebayanya disamping ada tujuan lain diantaranya :

  • bermain & bersenang-senang, sharing, merasakan "menang dan kalah", melatih kreatifitas anak, melatih motorik kasarnya, mempersiapkan anak agar pada saat masuk TK sudah tidak lagi susah dalam bergaul / beradaptasi dengan guru serta teman-temannya..
Untuk pertimbangan pemilihan TK diantaranya adalah :
  • Agama, mencari sekolah yang sesuai dengan agama karena pelajaran agama harus sudah dikenalkan kepada anak dari sejak dia dalam kandungan Ortua & juga sejak dia sudah mengetahui/ mengenal agamanya. Atau mencari sekolah yang tidak berdasarkan agama tertentu sehingga diharapkan anak menyadari dan mengetahui adanya perbedaan agama, perbedaan ras dan anak dapat bersikap sopan terhadap yang lain dan anak sadar akan identitas dirinya tetapi juga luwes bergaul dengan mereka yang berbeda dari dirinya.
     
  • Lokasi, dekat dengan rumah karena anak masih kecil, mudah untuk diantar dan dijemput. Jika terpaksa memilih sekolah yang letaknya jauh dari rumah, pengunaan bis sekolah dapat dipertimbangkan. Bis sekolah dapat melatih anak untuk mandiri dan bersosialisai dengan teman–teman yang berada dalam bis tersebut apalagi jika kedua orang tua bekerja dan tidak ada yang dapat mengantar dan menjemput, tetapi jika mengunakan bis sekolah anak akan berada terlalu lama dalam bis sekolah.
     
  • Kurikulum, mutu pendidikan, kemampuan guru, dan sekolah tidak mematikan kreatifitas anak, dimana anak tidak dituntut untuk mengikuti kehendak gurunya.
     
  • Biaya, dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan kualitas yang  tidak mengecewakan.

Saat anak memasuki sekolah yang lebih tinggi SD, SMP, SMA  pertimbangan mutu sekolah, disiplin  sangat diutamakan, kemudian kita berpikir untuk memasukan anak-anak kita pada sekolah swasta  sesuai dengan agama atau pertimbangan lainya. Sekolah swasta memiliki fasilitas lebih dari sekolah negeri, dan guru yang selalu membimbing, mengarahkan dapat mudah ditemui, dengan bayaran yang tinggi sekolah swasta hanya dapat dinikmati golongan tertentu yang akhirnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Berbeda dengan sekolah negeri yang miskin akan fasilitas, guru yang terkadang tidak ditempat, sehingga murid "dipaksa" untuk mampu mandiri dan belajar sendiri, dan  banyak keanekaragaman murid. Kebanyakan dan disadari atau tidak, memilih sekolah terkadang merupakan obsesi dari orang tua & rasa cinta Almamater.
Pendidikan anak bukan hanya disekolah saja, tetapi dirumah dan di masyarakat sekitar kita. Sebagai orangtua hanya berusaha membangun fondasi yang kuat untuk mereka termasuk mental-spiritual dan kita harus dapat menjadi teladan yang baik untuk anak kita.
Sebagai orangtua sebaiknya tidak hanya memikirkan IQ anak saja tetapi kita berusaha membentuk keseimbangan antara IQ dan EQ (kecerdasan emosional seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan), karena  dengan EQ tinggi anak diharapkan dapat survive dalam segala masalah hidup walaupun anak itu hanya memiliki IQ yg rendah, dia mampu menghadapai kegagalan dan belajar mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut. Pada seseorang yang memiliki EQ rendah sedangkan berIQ tinggi, atau di atas rata - rata akan mempunyai kecendrungan untuk sulit menguasai emosi.
Apapun usaha dan harapan orangtua pada anak hrus diingat bahwa itu adalah kehidupan anak bukan milik kita, maksud kita ingin anak kreatif dan mandir tetapi sudah ngatur semua masa depannya.

Puzzle Sapi Berdiri

0 komentar



Rp. 25,000

Melatih :


Logika,Pengenalan warna,pengenalan anatomi hewan
Berpikir 3 Dimensi.


Usia 3-6 tahun


Ukuran = 15,5 X 2 X 11 CM

Jadikan Mereka Pribadi Visioner

0 komentar
Oleh : M. Fauzil Adhim

Kita bisa mengajari anak-anak untuk menghafal dengan cepat dan membaca dengan lancar. Tetapi keterampilan melafazkan Al-Qur’an dengan benar tidak dengan sendirinya membuat anak-anak dekat hatinya pada Al-Qura’an. Bisa membaca dengan baik tidak sama dengan mampu mengambil petunjuk. Bahkan sekedar sadar bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk, pembeda dan penjelas pun belum tentu. Sebab, sangat berbeda antara memahami secara kognitif dengan dorongan spontan untuk selalu melihat bagaimana Al-Qur’an berbicara.

Itu sebabnya, berbicara tentang bagaimana mengajarkan Al-Qur’an sama pentingnya dengan menyakinin bahwa tidak ada keraguan sama sekali di dalamnya. Mengajarkan keterampilan membaca dan menghafal Al-Qur’an tanpa menanamkan kenyakinnan yang kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di dalamnya, tetapi tak bisa mengambil pelajaran di dalamnya.
Lalu apa yang perlu kita perhatikan? Pertama, kita berusaha menghidupkan jiwa anak-anak kita dengan Al-Qur’an. Kita limpahi mereka kasih sayang sebagaimana kita melihat lemah-lembutnya Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam terhadap anak. Berlimpah kasih-sayang saat sedang bersama mereka atau lebih-lebih saat mengajarkan Al-Qur’an merupakan bekal untuk membuat jiwa mereka hidup tatkala belajar. Selain itu, menghidupkan jiwa juga berarti membuat anak senantiasa melihat dan merasakan “ada ayat Al-Qur’an” dalam setiap kejadian yang mereka jumpai. Ini menuntut kemampuan guru untuk mengajarkan Al-Qur’an secara kontekstual. Artinya, guru harus menjadikan anak melihar bahwa kemana pun ia hadapkan wajahnya, di situlah ia melihat ayat Allah. Bukan mengkait-kaitkan Al-Qur’an agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau trend pemikiran. Yang demikian bukan kontekstual, tetapi tabrir al-waqi’ (pembenaran realitas).
Hasil dari upaya “menghidupkan jiwa” adalah anak-anak yang memiliki orientasi hidup sangat kuat. Mereka menjadi pribadi visioner semenjak usianya yang belia. Sesungguhnya Al-Qur’an tidaklah berbicara dunia kecuali untuk mengajak manusia meraih kebahagiaan akhirat. Al-Qur’an mengajak kita untuk hidup dengan visi akhirat yang kuat, sehingga senantiasa bersungguh-sungguh melakukan kebaikan demi kebaikan yang Allah Ta’ala ridhai. Ini berarti kita harus memahamkan anak mengapa ada amal shalih yang diridhai, mengapa pula ada yang tidak.
Kedua, membangun tradisi berpikir yang bijak pada Al-Qur’an. Kita membiasakan anak memikirkan ayat serta mengambil pelajaran darinya. Kita menanamkan pola pikir berupa tradisi mendeduksikan ayat Al-Qur’an dengan memahami makna (tafsirnya) dari orang-orang yang memiliki otoritas dan literatur terpercaya. Sesudah itu, baru kita mengajak anak untuk menggunakan nalarnya agar mampu memahami lebih jauh. Jadi bukan menggunakan nalarnya lebih dulu baru memahami maknanya. Sebab ini lebih dekat dengan praduga daripada tafsir, lebih cenderung kepada pembenaran pikiran daripada menemukan kebenaran sehingga bisa mengoreksi kesalahan kita dalam berpikir.
Tampak sepele, tetapi jika tidak berhati-hati dalam mengajarkan kita bisa keliru mengembangkan cara berpikir yang sebaliknya. Anak-anak kita ajak untuk melihat realitas, memikirkan sebab akibat serta berusaha menemukan cara berpikir, sesudah itu baru mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai. Yang demikian ini dapat menimbulkan kesalahan berpikir bahwa kebenaran Al-Qur’an itu relatif, jika cara berpikir semacam ini sudah tumbuh, akibat selanjutnya adalah runtuhnya keyakinan bahwa kebenaran Al-Qur’an bersifat mutlak. Tak ada keraguan di dalamnya. Pada gilirannya ini menyebabkan anak kelak tidak lagi mengambil petunjuk dari Al-Qur’an.
Na’udzubillahi min dzaalik..
Mirip tetapi sangat berbeda pengaruhnya adalah membiasakan anak berpikir dan berdiskusi, kemudian melihat bagaimana Al-Qur’an memberi petunjuk. Dalam hal ini, Al-Qur’an menjadi pemisah mana yang haq dan mana yang bathil dalam setiap perkara. Al-Qur’an menjadi penilai setiap urusan.
Ketiga, mengajarkan kepada anak untuk memegangi Al-Qur’an dengan kuat. Ada beberapa aspek kekuatan yang perlu kita bangun pada anak agar bisa berpegang pada Al-Qur’an. Semua saling berkaitan dan saling mendukung kesanggupan untuk menggenggam erat petunjuk Al-Qur’an.
Secara sederhana, beberapa aspek tersebut meliputi kekuatan hati sehingga mereka memiliki antusiasme yang kuat, kecintaan yang mendalam dan kemampuan menghafal yang baik; kekuatan pikiran sehingga memudahkan mereka belajar, menajamkan kemampuannya memahami maupun mengambil pelajaran; kekuatan fisik sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mempertahankan, memperjuangkan serta daya untuk belajar; serta kekuatan motivasi sehingga mereka bisa belajar dengan keinginan yang kuat dan perhatian yang penuh.
Wallahu a’lam bishawab..
Read more: http://nucleus-smart.blogspot.com