Penyelenggaraan Kelompok Bermain

Minggu, 18 Juli 2010 0 komentar
Kelompok bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia 2-6 tahun. Pendidikan ini untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, agar kelak lebih siap memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pedoman Teknis Penyelenggaraan Kelompok Bermain merupakan acuan minimal, khususnya bagi para pengelola, penyelenggara, dan pendidik serta pembinaan program bermain dalam melakukan pembinaan teknis penyelenggaraan kelompok bermain.
Perizinan

Apa saja syarat pendirian kelompok bermain?

Inilah syaratnya:
. Nama lembaga yang menyelenggarakan program Kelompok Bermain, misalnya "Kelompok Bermain   Mutiara Bangsa", atau "Kelompok Bermain Permata Hati".
. Memiliki izin operasional dari dinas pendidikan setempat.
. Memiliki tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang aman dan nyaman  bagi anak     didik.
. Memiliki peserta didik minimal 10 orang anak.
. Memiliki tenaga pendidik dan pengelola.
. Memiliki program pembelajaran.
. Memiliki sarana dan prasarana pembelajaran.

Jika ingin mengetahui lebih detail tentang Kelompok Bermain ini, silahkan klik di sini.

Pengembangan TPA untuk Mengisi Kesenjangan Pengasuhan Anak Balita

0 komentar

Taman Penitipan Anak merupakan bentuk layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Non-Formal yang keberadaannya terus berkembang jumlahnya. Pada awalnya Taman Penitipan Anak telah dikembangkan oleh Departemen Sosial sejak tahun 1963 sebagai upaya untuk mengisi kesenjangan akan pengasuhan, pembinaan, bimbingan, sosial anak balita selama ditinggal orang tuanya bekerja atau melaksanakan tugas.

Sejak dibentuknya Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (Dit PADU) tahun 2000, maka pembinaan untuk pendidikan menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional. Kebijakan Direktorat PAUD untuk seluruh bentuk layanan PAUD termasuk TPA adalah memberikan layanan yang holistik dan integratif. Holistik berarti seluruh kebutuhan anak (kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan, berkembang dan mempertahankan kelangsungan hidup) dilayani dalam lembaga penyelenggara TPA. Integratif berarti semua lembaga TPA melakukan koordinasi dengan instansi-instansi Pembina.

Pengertian Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman Penitipan Anak (TPA) merupakan salah satu bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuh dan kesejahteraan sosial tehadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.

PAUD Melalui Pendekatan "Holistik Integratif"

0 komentar

Anak merupakan dambaan setiap orang tua. Tentu sebagai orang tua, pendidikan menjadi hal yang cukup penting bagi keberlangsungan anak-anaknya. Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) melalui Undang Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh rakyat Indonesia sejak anak dilahirkan.

Pendidikan anak pada usia dini disadari betul memegang peranan sangat penting. Oleh karena itu, Kemdiknas sejak tahun 2010 menetapkan kebijakan pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) melalui pendekatan "Holistik Integratif".

Pendekatan itu tidak hanya menekankan pada aspek pendidikan semata, tetapi mencakup juga aspek pelayanan gizi, pelayanan kesehatan, pengasuhan, dan perlindungan anak. Untuk melaksanakan kebijakan ini pemerintah terus mendorong dan memperluas kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam mengembangkan layanan pendidikan anak usia dini melalui pendirian berbagai jenis satuan pendidikan anak usia dini. PAUD diselenggarakan dalam dua jalur pendidikan, yaitu formal dan nonformal.

Jenis-jenis Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) formal di antaranya:
1.    Taman Kanak-kanak (TK)
2.    Raudhatul Athfal

Jenis-jenis Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) nonformal, di antaranya:
1.    Taman Penitipan Anak (TPA)
2.    Kelompok Bermain (KB)

Selain dua jenis jalur pendidikan tersebut, saat ini PAUD juga diselenggarakan dalam keluarga dan lingkungan. Jalur pendidikan ini dinamakan PAUD nonformal.

PILIH MAINAN EDUKATIF AGAR SI KECIL TEKUN

Sabtu, 17 Juli 2010 0 komentar

Disebut mainan edukatif (Alat Permainan Edukatif / APE) karena dapat merangsang daya pikir anak. Termasuk di antaranya meningkatkan kemampuan berkonsentrasi dan memecahkan masalah.

Tapi ngomong-ngomong, bagaimana membedakan mainan jenis ini dari mainan lainnya? Simaklah jawaban-jawaban tentang mainan edukatif yang disampaikan Dra. Mayke S. Tedjasaputra, M.Si., psikolog perkembangan dari Fakultas Psikologi UI, yang juga terapis bermain.

APA YANG MASUK KATEGORI MAINAN EDUKATIF ?
* Diperuntukkan bagi anak balita
Yakni mainan yang memang sengaja dibuat untuk merangsang berbagai kemampuan dasar pada balita.

* Multifungsi
Dari satu mainan bisa didapat berbagai variasi mainan sehingga stimulasi yang didapat anak juga lebih beragam.

* Melatih problem solving
Dalam memainkannya anak diminta untuk melakukan problem solving. Dalam permainan pasel misalnya, anak diminta untuk menyusun potongan-potongannya menjadi utuh.

* Melatih konsep-konsep dasar
Lewat permainan ini, anak dilatih untuk mengembangkan kemampuan dasarnya seperti mengenal bentuk, warna, besaran, juga melatih motorik halus.

* Melatih ketelitian dan ketekunan
Dengan mainan edukatif, anak tak hanya sekadar menikmati tetapi juga dituntut untuk teliti dan tekun ketika mengerjakannya.

* Merangsang kreativitas
Permainan ini mengajak anak untuk selalu kreatif lewat berbagai variasi mainan yang dilakukan. Bila sejak kecil anak terbiasa untuk menghasilkan karya, lewat permainan rancang bangun misalnya, kelak dia akan lebih berinovasi untuk menciptakan suatu karya, tidak hanya mengekor saja.

APA SAJA MANFAAT MAINAN EDUKATIF ?

* Melatih kemampuan motorik
Stimulasi untuk motorik halus diperoleh saat anak menjumput mainannya, meraba, memegang dengan kelima jarinya, dan sebagainya. Sedangkan rangsangan motorik kasar didapat anak saat menggerak-gerakkan mainannya, melempar, mengangkat, dan sebagainya.

* Melatih konsentrasi
Mainan edukatif dirancang untuk menggali kemampuan anak, termasuk kemampuannya dalam berkonsentrasi. Saat menyusun pasel, katakanlah, anak dituntut untuk fokus pada gambar atau bentuk yang ada di depannya -- ia tidak berlari-larian atau melakukan aktivitas fisik lain sehingga konsentrasinya bisa lebih tergali. Tanpa konsentrasi, bisa jadi hasilnya tidak memuaskan.

* Mengenalkan konsep sebab akibat
Contohnya, dengan memasukkan benda kecil ke dalam benda yang besar anak akan memahami bahwa benda yang lebih kecil bisa dimuat dalam benda yang lebih besar. Sedangkan benda yang lebih besar tidak bisa masuk ke dalam benda yang lebih kecil. Ini adalah pemahaman konsep sebab akibat yang sangat mendasar.

* Melatih bahasa dan wawasan
Permainan edukatif sangat baik bila dibarengi dengan penuturan cerita. Hal ini akan memberikan manfaat tambahan buat anak, yakni meningkatkan kemampuan berbahasa juga keluasan wawasannya.

* Mengenalkan warna dan bentuk
Dari mainan edukatif, anak dapat mengenal ragam/variasi bentuk dan warna. Ada benda berbentuk kotak, segiempat, bulat dengan berbagai warna; biru, merah, hijau, dan lainnya.

Mainan edukatif ; Rambu-rambu Lalu Lintas

1 komentar



Tak ada salahnya mengenalkan rambu-rambu lalu lintas sedini mungkin pada anak-anak. Justru dapat menumbuhkan sikap disiplin lalu lintas bagi anak-anak. Melalui mainan edukatif (Alat Permainan Edukatif / APE) seperti rambu-rambu lalu lintas ini, anak dapat belajar dan mengetahui fungsi dari masing-masing rambu-rambu tanpa membosankan.

Mereka dapat membuat kreasi model jalanan dengan mengkombinasikan rambu-rambu, mobil, pepohonan dan pagar jalan. Sehingga banyak manfaat yang dapat diperoleh melalui permainan ini, diantaranya anak-anak mengenal rambu lalu lintas, mengetahui manfaat mematuhi rambu-rambu lalu lintas, dan meningkatkan daya kreatifitas dan imaginasinya.

Mainan Kreatif

0 komentar
Mainan kreatif terbuat dari kayu (ada yang natural maupun warna). Dapat digunakan untuk anak-anak mulai dari umur 5 tahun sampai orang dewasa. Berikut beberapa contoh mainan kreatif yang ada:













Contoh Permainan Educatif

0 komentar
Berikut beberapa contoh:




Mainan Edukatif untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

0 komentar

Anak-anak jika kecerdasannya dilatih sedini mungkin, akan membuat perkembangan inteligensinya lebih baik. Untuk balita kita bisa merangsang kecerdasannya dengan menggunakan Alat Permainan Edukatif (APE) seperti mainan edukatif. Mainan yang sekaligus memiliki nilai-nilai pendidikan tentunya.

Namun satu yang juga tidak boleh dilupakan sehubungan dengan mainan edukatif ini adalah menyangkut tingkat keamanan, terutama dari segi kandungan toxic/racun, yang banyak terdapat pada mainan plastik. Karena balita masih suka memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya, jadi kita harus selektif dalam memilih mainan edukatif. Sebab balita belum memiliki antibodi yang cukup kuat untuk melawan racun yang masuk ke tubuhnya.

Oleh karena itu, perlu kami tekankan di sini, bahwa produk yang kami tawarkan di sini sudah bebas dari toxic, karena kami menggunakan cat dan thinner non toxic yang sudah mendapat sertifikat dari Sucofindo.

Mainan edukatif (Alat Permainan Edukatif / APE)

0 komentar


seperti building block yang terdiri dari balok-balok dengan beberapa bentuk seperti segi tiga, segi empat, persegi panjang, setengah lingkaran, bisa memacu kreatifitas dan konsentrasi anak. Bagian-bagian tersebut bisa disusun sesuai dengan imaginasi mereka seperti membangun benteng, rumah, istana, dll. Jangan remehkan hasil kreasi mereka, karena tak sedikit anak yang mampu membuat bangunan yang sangat bagus.

Jika mereka sedari kecil sudah dilatih untuk berkreasi dan berimaginasi, kita bisa melihat tingkat kecerdasan dan bakat yang dimiliki oleh anak. Tetapi tetap ingat, mainan anak haruslah tidak mengandung timbal (racun) yang biasanya terdapat pada mainan plastik. Oleh karena itu peran dari mainan edukatif yang aman sangat penting bagi perkembangan anak-anak anda.

Kebijakan Mutu Direktorat Pembinaan TK dan SD

Rabu, 07 Juli 2010 0 komentar
Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar memiliki Komitmen untuk:

Memberikan pelayanan terbaik dalam pelaksanaan program pemerataan dan perluasan akses serta peningkatan mutu pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan serta peraturan perundangan yang berlaku guna mencapai kepuasan stakeholder dengan selalu meningkatkan kinerja secara terus-menerus.


Jakarta, 18 Juli 2008
Direktur Pembinaan TK dan SD


Drs. Mudjito AK,M.Si

Visi dan Misi Direktorat Pembinaan TK dan SD

0 komentar

Terakhir Diperbaharui pada Senin, 03 November 2008 18:27 Ditulis oleh Administrator Minggu, 02 November 2008 10:50

VISI

Terwujudnya kesempatan dan pemerataan pelayanan pendidikan bagi semua warga negara Indonesia pada jenjang Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar dalam mendukung pelaksanaan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar yang bermutu, akuntabel, efektif, efisien dan mandiri dengan memberdayakan peran serta orang tua murid dan masyarakat dalam kerangka desentralisasi.

MISI

  • Menyelenggarakan pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar yang memberikan kemudahan-kemudahan pelayanan kepada anak usia Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
  • Mengupayakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan yang  bermutu pada jenjang Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar bagi seluruh rakyat Indonesia;
  • Membantu dan memfasilitasi pengembangan seluruh potensi anak Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar secara utuh dalam rangka mewujudkan generasi muda yang potensial;
  • Meningkatkan kualitas proses pendidikan dalam rangka optimalisasi pembentukan kepribadian anak yang bermoral agama, menguasai ilmu pengetahuan dan memiliki keterampilan hidup;
  • Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar dalam menjalankan fungsi pendidikan, ekonomi, sosial budaya, serta politik;
  • Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pendidikan di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar menuju pendidikan yang efektif dan efisien berdasarkan pada prinsip otonomi dan kemandirian.

Jakarta,  18 Juli   2008
Direktur Pembinaan TK dan SD


Drs. Mudjito, AK. M.Si

Download Buku Pembinaan TK

0 komentar

Buku 01 Pembelajaran Pembiasaan Di TK

Download

Buku 02 Pembelajaran Bahasa Di TK

Download

Buku 03 Pembelajaran Kognitif Di TK

Download

Buku 04 Pembelajaran Fisik_Motorik Di TK

Download

Buku 05 Pembelajaran Seni Di TK 

Download

Buku 06 Permainan Berhitung Permulaan Di TK

Download

Buku 07 Persiapan Membaca-Menulis Melalui Permainan Di TK

Download

Buku 08 Kurikulum 2004 Standar Kopetensi Di TK

Download

Buku 09 Pedoman Pengembangan Silabus Di TK

Download

Buku 10 Pedoman Pembelajaran Di TK

Download

 

HOMESCHOOLING

Selasa, 06 Juli 2010 0 komentar
SEBAGAI ALTERNATIF MODEL PENDIDIKAN YANG BERFOKUS PADA ANAK
Oleh : Widya Ayu Puspita, SKM.,M.Kes

Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya dapat berkembang optimal dan merasa enjoy melalui masa pendidikannya. Setiap orang tua mengharapkan anak berkembang secara fisik dan psikologis sesuai dengan tahap perkembangannya sehingga mencapai hasil yang optimal. Dengan demikian, memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak merupakan harapan setiap orang tua.

Selama ini di Indonesia kebanyakan orang tua memasukkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan agar anak mendapatkan stimulasi yang tepat. Sistem pendidikan ini memang sudah dipraktekkan selama bertahun-tahun dan memang memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Bagaimanapun juga, sebagai sebuah sistem buatan manusia pastilah tidak ada yang sempurna.

Akan tetapi, di sisi lain, banyak pula masyarakat yang tidak mampu memasukkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan karena keterbatasan ekonomi, sulitnya dijangkau baik dari segi transportasi maupun geografis, atau alasan lainnya. Kondisi seperti ini merupakan tantangan bagi kita semua, terutama karena setiap anak berhak atas pendidikan yang layak guna bekal kehidupannya kelak. Kita harus berusaha mencari alternatif model pendidikan anak yang tepat untuk anak-anak dari kelompok masyarakat ini, sehingga tidak tertinggal.

Hal yang juga menarik adalah bahwa pada saat ini mulai banyak orang tua merasa lembaga pendidikan yang ada tak lagi dapat memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Orang tua merasa bahwa metode pengajaran yang dipilih tidak sesuai lagi dengan tahap-tahap pertumbuhan, perkembangan, minat dan kebutuhan anak, sehingga anak-anak tidak merasa nyaman berada di lembaga pendidikan. Sekolah dan pendidiknya dianggap hanya mengejar target kurikulum, sehingga anak-anak dibebani dengan berbagai materi yang tidak sesuai dengan kemampuan atau kebutuhannya. Anak-anak dididik demi memenuhi kurikulum, bukan kurikulum dirancang untuk anak. Anak-anak direnggut kemerdekaannya untuk berkreasi dan berimajinasi. Bahkan, lebih parah lagi kemandirian dan hati nurani anak pun direnggut kebebasannya. Mengapa demikian? Coba kita cermati betul, banyak pendidik yang memberikan hukuman ketika anak berkata jujur. Apa benar? Pasti ini pertanyaan kita selanjutnya. Coba kita amati, ketika anak-anak tidak mengerjakan PR dan dia berkata jujur alasannya, misalnya PR nya terlalu banyak atau terlalu sulit, pasti hukuman yang didapatnya. Akibatnya anak-anak berbohong untuk mendapatkan alasan yang tepat sehingga tidak dihukum, misalnya sakit. Kemudian, orang tua pun jadi ikut mengerjakan PR anaknya atau bahkan anaknya dibuatkan surat keterangan sakit, sehingga anak tidak mendapatkan hukuman. Kita mungkin tidak menyadari, bahwa kita telah menanamkan kebiasaan yang sangat buruk pada anak-anak, yaitu mengajarkan ketidakjujuran dan membohongi hati nurani. Efeknya bukan sesaat, tetapi berkepanjangan. Kita mencetak generasi yang tidak jujur. Sungguh sebuah kesalahan fatal. Apa sebenarnya yang telah terjadi dalam sistem pendidikan kita?

Gambaran penerapan pendidikan semacam itu menyebabkan munculnya berbagai ide tentang sekolah yang menyenangkan sekaligus mencerdaskan anak, yang kemudian memunculkan berbagai sekolah alternatif. Sebagai contoh kemudian muncul sekolah alam yang mengajak anak-anaknya belajar lebih banyak di alam, sehingga tidak terlalu banyak belajar di dalam ruangan yang serba kaku dan tertutup. Anak-anak lebih banyak diajak berkreasi dan mengenal alam lebih dekat, sehingga mencoba mengembalikan dunia anak-anak yang dekat dengan alam. Sekolah alam dirancang sedemikian rupa sehingga menyenangkan anak. Kegembiraan dan kebebasan bereksplorasi menjadi alat utama untuk mendidik anak.

Setelah itu, kemudian muncul alternatif lainnya yang membebaskan anak didiknya untuk belajar apa saja sesuai dengan minatnya. Di sekolah ini tidak ada kelas seperti halnya di sekolah formal. Pendidik hanya berfungsi membimbing dan mengarahkan minat anak-anak dalam mata pelajaran yang disukainya. Di samping itu juga masih banyak sekolah alternatif lain yang mempunyai metode pelajaran sendiri. Dari berbagai alternatif sekolah itu kemudian muncullah sekolah rumah atau homeschooling.

Homeschooling memungkinkan anak belajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Di samping itu juga memungkinkan anak belajar dengan menyenangkan karena suasana dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa aman dan nyaman. Feeling at home itulah yang dibangun. Lalu, bagaimana dengan legalitasnya? Homeschooling adalah bentuk pendidikan yang legal, karena homeschooling adalah salah satu model belajar bagi anak-anak.

Homeschooling bukan berarti tidak belajar. Sekolah bukan satu-satunya tempat belajar anak dan cara anak untuk mempersiapkan masa depannya. Keberadaan homeschooling memiliki dasar hukum yang jelas di dalam UUD 1945 maupun di dalam Undang-Undang No. 20/2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Sekolah disebut jalur pendidikan formal, homeschooling disebut jalur pendidikan informal. Siswa homeschooling dapat memiliki ijazah sebagaimana siswa sekolah dan dapat melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi manapun jika menghendakinya.

Mengingat bahwa setiap anak dilahirkan dengan bakat dan kemampuan yang istimewa serta kepandaian yang unik, homeschooling dapat menjadi salah satu cara untuk menghormati keistimewaan anak dan potensinya untuk berkembang, karena pada pelaksanaannya, homeschooling dapat disesuaikan dengan gaya belajar, minat, kesiapan dan kecerdasan masing-masing anak.

Bagaimanapun juga, memang tidak ada sistem pendidikan yang sempurna, dan pada kondisi saat ini, homeschooling dapat menjadi alternatif pilihan yang rasional bagi orang tua. Yang paling utama adalah kita dapat memberikan pendidikan yang sesuai dengan dunia, kebutuhan dan minat anak, sehingga seluruh potensi yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal.

BIODATA PENULIS

Nama : Widya Ayu Puspita, SKM., M.Kes
Alamat Kantor : Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
(BPPLSP) Regional IV
Jl. Gebang Putih No. 10 Sukolilo Surabaya
Alamat Rumah : Jl. Wiguna Selatan II No. 17 Perumahan Wisma Gunung Anyar
Surabaya
Telp. Rumah/HP : 031-8706853, 081553210998

Beyond Centre and Circle Time

0 komentar
Oleh :
Widya Ayu Puspita, SKM., M.Kes
Pemerhati Pendidikan Anak Usia Dini

Bermain adalah dunia anak dan bukan hanya sekedar memberikan kesenangan, akan tetapi juga memiliki manfaat yang sangat besar bagi anak. Lewat kegiatan bermain yang positif, anak bisa menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya, dan mengenali lingkungan tempat ia tinggal termasuk mengenali dirinya sendiri.
Kemampuan fisik anak semakin terlatih, begitu pula dengan kemampuan kognitif dan kemampuannya untuk bersosialisasi. Dalam bahasa sederhana, bermain akan mengasah kecerdasannya.
Metode sentra dan lingkaran merupakan salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan anak usia dini yang mengedepankan konsep bermain bagi anak, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya optimal. Dalam metode ini, alat-alat dan bahan-bahan main dikelompokkan dalam beberapa sentra sesuai dengan kebutuhan.
Sentra persiapan merupakan salah satu sentra yang mengasaha kemampuan kognitif dan motorik halus pada anak. Dengan demikian, saya menyambut baik kehadiran bahan belajar ini sebagai pendukung bagi pendidik anak usia dini dalam mengembangkan sentra persiapan lebih lanjut. Bermain bukan hanya sekadar memberikan kesenangan, tapi juga bermanfaat besar bagi anak. Lewat kegiatan bermain yang positif, anak bisa menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi penginderaannya, menjelajahi dunia sekitarnya, dan mengenali lingkungan tempat ia tinggal termasuk mengenali dirinya sendiri. Kemampuan fisik anak semakin terlatih, begitu pula dengan kemampuan kognitif dan kemampuannya untuk bersosialisasi. Dalam bahasa sederhana, bermain membuatnya mengasah kecerdasannya.
Setiap anak pada dasarnya cerdas. Akan tetapi, kecerdasan tidak semata-mata merujuk kepada kecerdasan intelektual saja, atau lebih dikenal dengan istilah IQ. Ada pula kecerdasan majemuk (multiple intelligences) seperti kecerdasan bahasa, logika matematika, visual spasial, musik, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, natural dan moral. Setiap anak memiliki kesembilan kecerdasan ini meski dengan taraf yang berbeda-beda.
Bermain merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengembangkan potensi dan multiple intelligences anak karena melalui kegiatan bermain ia akan lebih mudah menyerap informasi dan pengalaman.
Dengan bermain, berdasarkan riset penelitian yang ada, anak ternyata menjadi lebih cerdas, emosi dan kecerdasan anak pun meningkat. Anak juga jadi lebih peka akan kebutuhan dan nilai yang dimiliki orang lain. Bermain bersama teman juga memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menyesuaikan perilaku mereka dengan orang lain. Hebatnya lagi, anak juga mampu menghargai perbedaan di antara mereka.
Bermain merupakan jendela perkembangan anak. Lewat kegiatan bermain aspek perkembangan anak bisa ditumbuhkan secara optimal dan maksimal. Membiarkan anak-anak usia pra sekolah bermain telah terbukti mampu meningkatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak, bahkan jika anak tersebut mengalami malnutrisi.
Lancet Medical Journal baru-baru ini menyebutkan bahwa ada beberapa penelitian yang menemukan kaitan antara kecerdasan dan kegiatan bermain anak. Program kegiatan bermain untuk anak-anak kekurangan gizi di Bangladesh terbukti meningkatkan IQ mereka sampai 9 poin (Sally McGregor, 2006) dari Institute of Child Health at University College London. Malnutrisi atau kekurangan gizi sudah suatu masalah, namun malnutrisi tanpa stimulasi bagi perkembangan mental merupakan masalah yang jauh lebih besar. Juga dilaporkan dalam jurnal tersebut bahwa lebih dari 200 juta anak miskin di dunia kekurangan gizi. Sekitar 89 juta di antaranya ada di Asia Selatan dan 145 juta lainnya ada di negara India, Nigeria, China, Bangladesh, Ethiopia, Pakistan, Congo, Uganda, Tanzania, dan Indonesia.
Disimpulkan oleh para periset bahwa untuk meningkatkan kecerdasan anak-anak miskin tersebut bisa dilakukan dengan tindakan intervensi sederhana, yakni mendorong anak-anak untuk banyak bermain di rumah serta tentu saja meningkatkan kadar gizi mereka. Selama ini masyarakat terlalu memfokuskan untuk mengurangi angka kematian, tapi mereka sering lupa kalau banyak anak-anak yang terancam tidak bisa mencapai kecerdasan optimal, setelah duduk di kelas 5 atau 6 SD, kesempatan mereka untuk memperbaikinya sudah tipis.
Ditambahkan oleh Mc. Gregor, 2006, di sebuah daerah di Jamaica, anak-anak dari keluarga miskin diberi bantuan mainan yang bisa dimainkan sendiri di rumah, lalu perkembangan mereka dipantau sampai berusia 18 tahun. Tingkat IQ mereka lebih baik, kemampuan bacanya baik dan jarang yang drop-out dari sekolah, selain itu kesehatan mental anak-anak itu juga baik, mereka tidak depresi dan lebih percaya diri.
Sudah saatnya apabila kita semua, terutama para orang tua menyadari bahwa kegiatan bermain bukanlah kegiatan tak berguna dan hanya membuang waktu. Bermain selain merupakan hak asasi anak, juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan mereka (Kompas, 05 Januari 2007).
Selama ini perkembangan kecerdasan anak hanya dipandang dari kecerdasan intelektual saja, namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan para peneliti kecerdasan memunculkan teori baru tentang multiple intelligence. Teori tersebut menjadi dasar bagi beragamnya metode pembelajaran baik formal maupun non formal. Ragam metode pembelajaran tersebut bisa dilihat dari maraknya sekolah yang memunculkan berbagai keunggulan sekolah. Pada dasarnya metode belajar baik formal maupun non formal mengacu kepada bagaimana si anak dapat berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya. Tugas pendidik dan orang tua adalah membidani pengetahuan yang sudah ada dalam diri anak agar tereksplorasi secara alamiah.
Pendidikan bagi anak usia dini seharusnya dapat menyeimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta memberikan pendidikan dari segi moral dan sensitivitas anak terhadap permasalahan sosial. Permainan yang disajikan bagi anak usia dini harus lebih kreatif lagi. Seiring dengan perkembangan budaya, permainan yang berkembang dalam diri anak sudah bergeser. Tidak salah jika anak sudah meninggalkan permainan tradisional daerah karena budaya permainan yang berbasis teknologi terus berkembang. Untuk itu tetap harus memperkenalkan permainan tradisional daerah, selain anak mempunyai variatif permainan juga untuk mewariskan khazanah budaya yang berjuta pesona.
Untuk memfasilitasi anak agar memiliki kesempatan bermain yang cukup, pendidikan anak usia dini salah satunya dikembangkan dengan menggunakan metode sentra dan lingkaran yang diadopsi dari metode BCCT (Beyond Centre and Circle Time). Dalam metode ini, pembelajaran dibagi dalam bentuk sentra. Salah satu sentra yang ada adalah sentra persiapan. Sentra ini merupakan ”bengkel kerja” bagi anak-anak guna mengoptimalkan kemampuan keaksaraan pada anak sejak dini.

Pengasuhan Anak

0 komentar
Oleh :
Widya Ayu Puspita. SKM.,M.Kes
Pemerhati Anak Usia Dini

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif, dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Sunarwati, 2007).

Selanjutnya, pengasuhan anak merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada masa-masa kritis, yaitu usia 0 – 8 tahun. Kehilangan pengasuhan yang baik, misalnya perceraian, kehilangan orang tua, baik untuk sementara maupun selamanya, bencana alam dan berbagai hal yang bersifat traumatis lainnya sangat mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologisnya.

Dengan demikian, kehilangan atau berpisah dari keluarga ini akan meningkatkan risiko kesehatan, perkembangan dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Risiko ini akan meningkat, apabila kehilangan ini terjadi dalam masa kritis pertumbuhan anak, yaitu masa awal kanak-kanak. Akibat bencana alam, perang, perceraian, kematian orang tua dan anggota keluarga lainnya, dan kelahiran tak dikehendaki seorang anak dapat mengalami kesulitan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya.

Dengan mengacu kepada konsep dasar tumbuh kembang maka secara konseptual pengasuhan adalah upaya dari lingkungan agar kebutuhan-kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang (asuh, asih, dan asuh) terpenuhi dengan baik dan benar, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Akan tetapi, praktiknya tidaklah sesederhana itu karena praktik ini berjalan secara informal, sering dibumbui dengan hal-hal yang tanpa disadari dan tanpa disengaja serta lebih diwujudkan oleh suasana emosi rumah tangga sehari-hari yang terjadi dalam bentuk interaksi antara orang tua dan anaknya serta anggota keluarga lainnya. Dengan demikian hubungan inter dan intrapersonal orang-orang di sekitar anak tersebut dan anak itu sendiri sangat memberi warna pada praktik pengasuhan anak.

Menurut Sears (1957) child rearing is not a technical term with precise significance. It refers generally to all the interactions between parents and their children. These interactions between parents and their children include the parent expressions of attitudes, values interests, and beliefs as well as their children care-taking and training behavior. Sociologically speaking, these interactions are an inseparable class of events that prepare the child, intentionally or not, for continuing his life (Sunarwati, 2007).

Pada kenyataannya seringkali kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang tidak didapatkan anak dengan baik dan benar. Beberapa contoh adalah:

a. Asuh, misalnya ketiadaan pemberian Air Susu Ibu (ASI) dengan pengganti ASI saja (meskipun belakangan ini ada susu-susu formula yang diupayakan mendekati kualitas ASI, yaitu dengan kandungan lizozim laktoferin dan laktosa), dan ketidaktahuan sehingga terjadi penelantaran anak

b. Asih, misalnya pada kehamilan tak diinginkan yang berkepanjangan, kasih sayang ibu yang tak benar (smother love versus mother love)

c. Asah, misalnya dusta putih, suasana murung, sepinya komunikasi, pertengkaran, kekerasan dalam keluarga, disparitas gender, dan sebagainya.

Thurbe dan Cursnann telah meneliti secara kohort selama 21 tahun terhadap 120 anak yang dilahirkan dari kehamilan yang tidak dikehendaki dibandingkan dengan 120 anak dengan keadaan setara namun lahir dari kehamilan yang diinginkan. Mereka menemukan bahwa kelompok anak yang tidak diinginkan menunjukkan perilaku asosial lebih banyak, lebih sering membutuhkan jasa dokter ahli jiwa serta kecerdasannya pun lebih rendah daripada kelompok anak yang lahir dari kehamilan yang diinginkan.

Dalam kaitan tercapainya keeratan ikatan ibu-anak, selain kontak kulit, visual dan emosi sesegera mungkin setelah anak lahir, banyak peneliti mengemukakan pula perlunya pemberian asah jauh sebelum anak dilahirkan, yaitu dengan memperdengarkan musik klasik serta berbicara dengan anak selama masih dalam kandungan. Pengasuhan anak oleh subtitusi ibu, baik yang paruh waktu (misalnya di tempat penitipan anak) maupun yang purna waktu (misalnya oleh pramusiwi) harus selalu memperhatikan hal-hal tersebut di atas, yaitu pada dasarnya agar asuh, asih, asah didapatkan anak dengan baik dan benar (Sunarwati, 2007).
Oleh karena itu, dalam pengasuhan anak ada empat hal yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap anak membutuhkan orang tua, dan tumbuh secara alamiah dengan saudara kandung yang dimilikinya, di dalam rumah mereka sendiri dan di dalam lingkungan yang mendukungnya.
Diharapkan bahwa pengasuhan anak ini akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pounds, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan (Soethiningsih, 1995)

Menurut teori perkembangan psikososial Erikson ada empat tingkat perkembangan anak yaitu :
1. Usia anak 0 - 1 tahun yaitu trust versus mistrust. Pengasuhan dengan kasih sayang yang tulus dalam pemenuhan kebutuhan dasar bayi menimbulkan "trust" pada bayi terhadap lingkungannya. Apabila sebaliknya akan menimbulkan "mistrust" yaitu kecemasan dan kecurigaan terhadap lingkungan.
2. Usia 2 - 3 tahun, yaitu autonomy versus shame and doubt. Pengasuhan melalui dorongan untuk melakukan apa yang diinginkan anak, dan sesuai dengan waktu dan caranya sendiri dengan bimbingan orang tua atau pendidik yang bijaksana, maka anak akan mengembangkan kesadaran autonomy. Sebaliknya apabila pendidik tidak sabar, banyak melarang anak, akan menimbulkan sikap ragu-ragu pada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa malu.
3. Usia 4 - 5 tahun, yaitu inisiative versus guilt, yaitu pengasuhan dengan memberi dorongan untuk bereksperimen dengan bebas dalam lingkungannya. Pendidik dan orang tua tidak menjawab langsung pertanyaan anak, maka mendorong anak untuk berinisiatif sebaliknya, bila anak selalu dihalangi, pertanyaan anak disepelekan, maka anak akan selalu merasa bersalah.
4. Usia 6 - 11 tahun, yaitu industry versus inferiority, bila anak dianggap sebagai "anak kecil" baik oleh orang tua, pendidik maupun lingkungannya, maka akan berkembang rasa rendah diri, dampaknya anak kurang suka melakukan tugas-tugas yang bersifat intelektual dan kurang percaya diri.

Teori lainnya yang berkaitan dengan perkembangan kognitif, yaitu Piaget menyebutkan bahwa ada tiga tahapan perkembangan kognitif anak, yaitu :
1. Tahap sensorimotorik (usia 0 - 2 tahun). Pada tahap ini anak mendapatkan pengalaman dari tubuh dan indranya.
2. Tahap praoperasional. Anak berusaha menguasai simbol-simbol (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat egosentris, yaitu melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), dengan melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan.
3. Tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini anak memahami dan berpikir yang bersifat kongkret belum abstrak.
4. Tahap operasional formal. Pada tahap ini anak mampu berpikir abstrak.
Berkaitan dengan anak-anak, beberapa anak ditemukan memiliki kerentanan untuk menghadapi perubahan atau tekanan yang mereka hadapi.Akan tetapi, tidak jarang pula, orang tua atau pendidik mengeluhkan anak-anak memerlukan penyesuaian diri yang lama terhadap situasi baru, atau anak yang trauma dengan pengalaman negatif, seperti kehilangan sahabat, pindah rumah, nyaris tenggelam di kolam renang, atau menjadi korban bencana alam seperti gempa (Ilham, 2007).

GIZI AND ADVERSITY QUOTIENT ANAK

0 komentar
BIODATA PENULIS
Nama : Widya Ayu Puspita, SKM., M.Kes
Alamat Kantor : Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda
(BPPLSP) Regional IV
Jl. Gebang Putih No. 10 Sukolilo Surabaya

Alamat Rumah : Jl. Wiguna Selatan II No. 17 Perumahan Wisma Gunung Anyar
Surabaya


Gizi merupakan salah satu aspek yang sangat dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Pemenuhan gizi yang cukup pada anak di usia-usia awal (0-8 tahun) dapat mempengaruhi perkembangan mental, termasuk kecerdasan anak. Salah satu kecerdasan yang dapat dipengaruhi adalah kecerdasan adversity (adversity intelligence). Kecerdasan adversity merupakan sebuah bentuk kecerdasan yang memberikan ketahanan terhadap stres (daya resiliensi) tinggi, kemampuan merespon stres (coping mechanism) yang baik serta membangkitkan kemauan dan kemampuan untuk mencapai puncak prestasi.

Kecerdasan adversity akan memberikan dasar bagi anak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang kompleks. Dengan memiliki kecerdasan adversity yang tinggi anak akan mampu mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan dengan sangat baik, dan bahkan mencapai prestasi puncak. Semakin dini kecerdasan ini ini diasah, akan semakin menetap dan mudah untuk dikembangkan. Dengan kecerdasan ini, seorang anak akan melihat suatu masalah sebagai tantangan untuk maju dan bukan sebagai hambatan. Dia akan memiliki daya kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam menghadapi lingkungan. Anak-anak yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi akan menjadi seorang climber, yang mampu menularkan ’virus’ positif ke lingkungan sekitarnya, sehingga dia yang akan mempengaruhi lingkungan dengan kuat dan bukan dia yang malah akan terpengaruh oleh lingkungan. Semangat dan daya juangnya yang tinggi mampu mengubah lingkungannya secara signifikan.

Anak yang memiliki kecerdasan adversity yang tinggi mampu melakukan pemrosesan informasi dari lingkungan secara efektif, sehingga dalam menghadapi tantangan anak-anak ini mudah dan kreatif untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, mengelola perilaku dengan baik, mampu melindungi diri dari berbagai pengaruh buruk, serta belajar dari pengalaman dengan baik.

Biasanya, anak-anak ini memiliki kepribadian yang ramah dan mudah akrab dengan lingkungan. Anak-anak ini juga kreatif, inovatif, percaya diri dan memiliki motivasi yang kuat. Mereka dapat menemukan sumber kebahagiaan yang positif, yakin akan kemampuannya untuk mengatasi berbagai tantangan dan hambatan, serta memiliki semangat juang tinggi dalam menjalani kehidupan dan pantang menyerah. Anak-anak ini biasanya tampil sebagai anak-anak yang sehat, tidak mudah terserang penyakit, tidak mudah mengalami gangguan pencernaan, tidak mengalami kesulitan tidur, serta tidak mengalami gangguan perilaku seperti suka menggigit-gigit kuku, menarik-narik rambut, marah dan menagis meraung-raung tanpa sebab yang jelas, rewel, menarik diri dari pergaulan, dan sebagainya.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan adversity baik juga tidak akan mudah mengalami stres, sehingga produksi hormon adrenalin akan berada dalam jumlah wajar. Bagi anak-anak yang mudah stres, akan mengalami gangguan keseimbangan hormonal, vitamin dan mineral terkuras, serta sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga mudah terserang penyakit. Hormon adrenalin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak atau melebihi normal, sehingga zat-zat gizi seperti berbagai vitamin B, mineral seng, kalium, dan kalsium akan terkuras untuk memproduksi hormon ini. Dalam kondisi seperti ini, anak yang mudah stres memerlukan asupan vitamin dan mineral tersebut dalam jumlah banyak. Laju penggunaan vitamin C juga meningkat, sehingga asupan vitamin C juga diperlukan dalam jumlah banyak.

Di samping itu, anak-anak yang mudah stres biasanya juga mengalami sulit makan, sehingga mengalami kekurangan zat besi, yang akan memperburuk daya tahan tubuh untuk menghadapi serangan penyakit. Untuk mengantisipasi kekurangan zat besi dianjurkan agar mengkonsumsi bahan pangan hewani macam daging, telur, dan hati. Zat besi dari hewani disebut heme-iron yang dapat diserap jauh lebih baik daripada zat besi nabati, nonheme-iron. Pangan kaya zat besi tadi akan lebih baik jika dikonsumsi bersama-sama dengan makanan sumber vitamin C (sayuran atau buah).

Kecerdasan adversity yang tinggi sangat tergantung pada kualitas otak anak, dan kualitas otak ini sangat dipengaruhi oleh asupan nutrisi yang tepat bagi anak. Asupan nutrisi ini tidak hanya ketika anak telah dilahirkan, tetapi juga ketika masih berada dalam kandungan. Asupan karbohidrat, protein, lemak dan mineral yang cukup dari ibu akan mempengaruhi kualitas perkembangan otak janin. Komposisi yang tepat harus benar-benar diperhatikan oleh ibu ketika sedang hamil, bahkan ketika dia mempersiapkan diri untuk hamil. Dengan nutrisi yang tepat, ibu juga akan memiliki kesehatan yang baik, sehingga tidak mudah terserang penyakit. Kalau terserang penyakit, seorang anak dengan gizi cukup akan mudah pulih kembali dan manifestasi penyakit tidak akan seberat anak-anak dengan gizi kurang.

Dari sisi ibu, juga akan siap secara fisik untuk mengandung, sehingga dapat menjalani proses kehamilan dengan baik dan dalam kondisi kesehatan prima. Ibu yang sehat akan dapat memberikan dukungan yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan janin serta anak-anak yang dilahirkannya. Oleh karena itu, proses merangsang dan mengoptimalkan kecerdasan anak merupakan perjalanan panjang yang cukup kompleks. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi, terutama yang berasal dari orang tua.

Anak-anak yang dilahirkan oleh orang tua yang cukup nutrisinya serta dipenuhi nutrisinya dengan tepat setelah kelahirannya akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Otak anak akan mampu merangsang bangkitnya hormon-hormon timbulnya perasaan senang, pikiran positif, kreatif dan inovatif. Inilah modal dasar bagi peningkatan kecerdasan adversity pada anak. Gizi yang cukup akan dapat merangsang kerja hormon secara efektif, termasuk hormon-hormon yang berfungsi dalam mengendalikan emosi.

Sebagaimana diuraikan di atas, asupan gizi yang seimbang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas perkembangan otak. Tanpa asupan gizi yang cukup, energi yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang juga tidak cukup. Energi yang tersimpan dalam tubuh anak tidak akan banyak digunakan untuk tumbuh dan berkembang, tetapi akan disimpan sebagai cadangan (conserve energy), sehingga anak-anak yang berada dalam kondisi ini akan malas untuk melakukan aktivitas, cenderung tidak aktif, malas berpikir dan berkreasi. Kemampuan anak untuk mengendalikan emosi juga sangat rendah, anak mudah pesimis, sehingga kecerdasannya juga tidak dapat berkembang optimal, bahkan kemungkinan dapat mengalami kemunduran, termasuk kecerdasan adversity.

Kecerdasan adversity salah satunya dipengaruhi oleh produksi serotonin di dalam otak, karena serotonin ini mempengaruhi ketahanan seseorang di dalam menghadapi tantangan. Untuk meningkatkan produksi serotonin diperlukan makanan sumber protein seperti pangan hewani asal ternak, ikan, dan kacang-kacangan. Pangan sumber protein itu diketahui kaya akan asam amino tryptophan. Di dalam tubuh tryptophan akan mendorong produksi serotonin.
Karbohidrat dalam diet merangsang pembuatan hormon insulin, yang menarik asam amino lain sehingga triptofan mendapat kesempatan untuk masuk ke otak, yang kemudian diubah menjadi serotonin. Serotonin, suatu pemancar saraf yang penting dalam otak, jika dikurangi dapat menyebabkan susah tidur, kelesuan, kehilangan tenaga, ketidakmampuan untuk konsentrasi dan depresi. Oleh karena itu, karbohidrat menyebabkan rasa santai (karena serotonin) dan protein menyebabkan ketajaman penglihatan. Sejumlah kecil protein diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Sebagian besar sereal yang biasa digunakan pada waktu sarapan dan sumber karbohidrat kompleks (zat tepung) mempunyai cukup protein untuk mengurangi stres sepanjang hari. Agar tidur tenang di malam hari, makanan kecil yang mengandung zat tepung sebelum tidur dan sejumlah kecil protein, misalnya roti dan susu/jus dapat membantu. Vitamin juga B6 diperlukan untuk membuat serotonin.

Selain konsumsi karbohidrat, protein dan lemak dalam jumlah seimbang, diperlukan juga konsumsi vitamin dan mineral dalam jumlah yang tepat. Di bawah ini adalah daftar vitamin dan mineral yang diperlukan untuk optimalisasi kecerdasan adversity pada anak, karena vitamin dan mineral ini terutama diyakini berkaitan dengan pengendalian emosi, sebagai komponen utama dalam kecerdasan adversity.
VITAMIN dan MINERAL untuk MENINGKATKAN KECERDASAN ADVERSITY PADA ANAK
Zat Gizi
Sumber Makanan
Vitamin B1
Hati, daging, serealia
Riboflavin (Vit B2)
Susu, hati, daging, ikan
Niacin
Ikan, kacang-kacangan, daging
Vitamin B12
Susu, ikan laut, telur
Vitamin C
Tomat, mangga, nanas, jeruk, jambu biji
Kalsium
Ikan laut, susu, teri
Seng
Daging, ikan laut, buncis

Dalam hal memenuhi asupan gizi yang seimbang, anak-anak juga sebaiknya dihindarkan dari konsumsi alkohol, kopi dan makanan kaleng. Konsumsi gula juga dibatasi, karena alkohol, kopi dan gula dapat menimbulkan gejala-gejala mirip gangguan emosional.

Alkohol merupakan salah satu jenis minuman yang sebaiknya dihindari, karena hanya mengandung energi dan bersifat diuretik, serta dalam metabolismenya memerlukan vitamin B1 dan niasin. Apabila kedua zat gizi tersebut terkuras karena untuk mencerna alkohol, maka metabolisme karbohidrat akan mengalami gangguan, sehingga kadar gula dalam darah akan menurun atau rendah. Rendahnya kadar gula ini akan menimbulkan gejala-gejala yang berupa pandangan kabur, mual, berkeringat, sakit kepala, dan sebagainya. Sifat diuretik alkohol akan mengurangi vitamin-vitamin B, vitamin C, mineral kalsium, kalium, dan magnesium. Alkohol diserap langsung oleh perut dan mencapai sel otak, selaput lendir sel meluas dan berubah sehingga komunikasi dalam sel otak menjadi buruk. Dalam jangka panjang, alkohol dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif). Ketergantungan terhadap alkohol dalam jangka panjang dapat mengubah fungsi jiwa, dan gejala lepas zat (sakaw) dapat menyebabkan halusinasi. Alkohol memperlambat produksi enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan, terutama lemak. Alkohol menghabiskan persediaan vitamin C, asam folat, vitamin B-lain, zat seng dan vitamin A dalam tubuh. Alkohol juga memperberat kerja hati untuk bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Kopi juga harus dihindari karena mengandung kafein yang cepat diserap oleh tubuh, merangsang sistem saraf pusat dan membuat tubuh kita terjaga lebih lama. Kafein menghalangi penyerapan zat besi jika dikonsumsi dengan makanan atau dalam satu jam setelah makan. Kafein dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah dan dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan iritasi lambung. Kafein bersifat diuretik, yaitu menyebabkan seseorang sering buang air kecil, sehingga menyebabkan ikut terbuangnya vitamin-vitamin yang larut dalam air, yaitu vitamin B dan C. Perlu diingat bahwa sebenarnya kafein tidak hanya terdapat dalam kopi, tetapi ada juga dalam teh, coklat dan minuman ringan lainnya.

Pada anak-anak gula banyak dikonsumsi dalam bentuk coklat, biskuit, kue dan makan ringan lainnya, bahkan dalam minuman. Gula dapat menyebabkan reaksi pada beberapa anak seperti lekas marah. Gula merupakan salah satu bentuk dari karbohidrat, yang merupakan salah satu sumber energi. Dalam proses metabolisme karbohidrat menjadi energi memerlukan vitamin B. Apabila kita mengkonsumsi banyak gula, maka jumlah vitamin B yang diperlukan akan semakin banyak. Apabila vitamin B terkuras dan tubuh kita tidak memiliki cadangan yang cukup banyak, maka akan timbul gangguan terhadap fungsi saraf dan timbul gejala-gejala gangguan pada emosi, misalnya kelelahan secara emosional, depresi, mudah terusik atau mudah marah, dan sebagainya.

Makanan kaleng diawetkan dengan menggunakan berbagai bahan pengawet, dan ditambah dengan bahan-bahan kimia lainnya, misalnya pewarna, penguat rasa, dan sebagainya. Berbagai bahan kimia ini disinyalir memiliki efek negatif terhadap fungsi-fungsi tubuh, terutama fungsi otak, sehingga sebaiknya dihindarkan dari konsumsi anak-anak.

Suasana makan juga perlu diperhatikan, sehingga nutrisi yang masuk dapat dicerna dengan baik dan bermanfaat bagi tubuh secara optimal. Makan sebaiknya dilakukan dalam rileks, tidak terburu-buru dan dicerna dengan baik. Kondisi psikologis yang kondusif perlu diciptakan sehingga anak-anak menikmati waktu makan dengan nyaman, bukan dengan keterpaksaan. Makanan harus dicerna dengan baik, sehingga lambung tidak dipaksa mencerna makanan yang masih kasar, sehingga proses pencernaan menjadi tidak sempurna. Dengan demikian, makanan akan mudah diserap oleh darah dan dialirkan ke seluruh tubuh.

Dalam menyendok makanan juga sebaiknya tidak terlalu banyak. Kita harus ajarkan kepada anak-anak untuk menyuap sesendok demi sesendok dan tidak terlalu penuh, serta mengunyah dengan sempurna. Dengan mengunyah secara baik dan tidak tergesa-gesa juga memberikan kesempatan kepada enzim-enzim yang ada di mulut untuk bekerja dengan baik. Apabila anak sudah merasa kenyang, sebaiknya tidak kita paksa untuk menghabiskan makanan, karena anak dapat mengalami stres, perut yang tidak nyaman akibat kekenyangan dan merasa bahwa waktu makan adalah waktu yang sangat tidak menyenangkan, sehingga cenderung dihindari. Di samping itu, sebaiknya kita juga tidak memaksa anak-anak memakan makanan yang tidak disukai, karena akan mengganggu anak secara psikologis, apalagi apabila paksaan tersebut diikuti dengan ancaman atau menakut-nakuti anak. Anak-anak sebaiknya makan dalam porsi yang tidak terlalu banyak, tetapi sering, sehingga metabolisme makanan berjalan sempurna.
Untuk mengetahui bahwa anak-anak mendapatkan asupan gizi yang tepat, maka yang perlu dipantau terus adalah berat badan dan tinggi badan menurut usia. Berat badan anak sesungguhnya merupakan hasil langsung dari pola makan anak, gaya hidup (termasuk di dalamnya pola pengasuhan yang diterima anak, tingkat stres) dan berbagai aktivitas anak secara fisik (termasuk kualitas bermain, lama waktu bermain, jenis permainan, dan sebagainya). Berat badan anak dalam kondisi normal perlu terus dipertahankan, sehingga memberikan kondisi kesehatan anak yang ideal.

Asupan gizi yang sehat seimbang mempengaruhi kecerdasan adversity, karena kecerdasan ini menuntut tubuh yang prima, bebas dari segala macam penyakit dan gangguan psikologis. Gizi yang cukup dapat membuat anak bertahan terhadap penyakit. Persediaan gizi yang cukup akan membuat anak tahan terhadap tantangan dan permasalahan yang terjadi. Pada saat anak menghadapi hal yang baru, tantangan, dan permasalahan, tubuh kita memproduksi banyak sekali adrenalin, dan proses ini menggunakan cadangan energi yang berada dalam tubuh anak. Pada anak-anak yang mengalami kekurangan gizi, tidak memiliki cukup cadangan energi untuk melakukan ini, sehingga akan mengalami kehabisan energi, yang ditampakkan dengan gejala-gejala susah tidur, kelelahan, tubuh yang lesu, sehingga tidak mampu beraktivitas dengan optimal. Dalam kondisi seperti ini, zat-zat gizi yang diperlukan bagi perkembangan otak menjadi sangat kurang, sehingga perkembangan kecerdasan anak juga tidak berkembang optimal.
Makanan sangat mempengaruhi fungsi otak, karena ada beberapa unsur penting dari makanan yang mempengaruhi kimia otak, yang disebut sebagai neurotranssmitter. Neurotranssmitter sangat penting bagi perkembangan fisik dan psikis, terutama dalam memberikan kenyamanan dan ketenangan tidur serta pengendalian diri secara emosional.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gizi sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan adversity seorang anak, dan ini perlu diperhatikan sejak awal, bahkan jauh sebelum seorang anak dilahirkan. Kecerdasan adversity memberikan bekal pada anak untuk menjalani kehidupan dengan penuh optimisme, gizi, memberikan landasan untuk mengembangkan dan menguatkan bekal tersebut, sehingga anak akan lebih siap mengarungi kehidupan global yang semakin kompleks dan kompetitif.
Read more: http://nucleus-smart.blogspot.com