Normalnya seorang anak mengompol hingga usia mereka menginjak 5-6 tahun. Pada usia ini kebiasaan ngompol di malam hari dianggap wajar karena anak memang belum terbiasa untuk mengontrol air kemih saat mereka tertidur. Berikut disajikan berbagai hal seputar ngompol pada anak.. Apa itu ngompol? Ngompol atau sering juga disebut dengan nokturnal enuresis ialah pengeluaran urine yang tidak disadari pada saat tidur. Terkadang definisi ngompol juga digunakan untuk menyebut anak anak yang gagal mengontrol pengeluaran urine saat mereka terjaga. Apa saja jenis ngompol? Menurut terjadinya, ngompol dapat dibagi dua yaitu: Enuresis/Ngompol Primer - ngompol yang terjadi sejak bayi dan Enuresis/Ngompol Sekunder - ngompol yang kembali terjadi setelah sang anak tidak pernah ngompol lagi minimal 6 bulan. Apakah ngompol primer itu? Ngompol primer terjadi diduga akibat dari keterlambatan proses pematangan sistem saraf pada anak anak. Pada usia 5 tahun, kurang lebih 20% dari anak anak akan ngompol sekali dalam sebulan. Dari jumlah itu, 5% dari anak laki laki dan 1% dari anak perempuan akan ngompol pada malam hari. Memasuki usia 6 tahun, prosentase anak yang ngompol akan berkurang menjadi 10% dan sebagian besar adalah anak laki laki. Prosentase anak yang ngompol setiap tahun akan terus berkurang menjadi setengahnya setelah sang anak melewati usia 5 tahun. Ada pula ahli yang menghubungkan riwayat keluarga dengan ngompol primer ini. Jika salah satu dari orang tuanya mempunyai kebiasaan ngompol maka kemungkinan 45% anaknya akan mempunyai kebiasaan yang sama. Apa yang menjadi masalah utama dari ngompol primer? Masalah utama yang dihadapi oleh anak anak pengompol primer adalah ketidakmampuan otak untuk menangkap sinyal yang dikirimkan oleh kandung kencing yang sudah penuh saat sang anak terlelap. Kenyataannya, kapasitas kandung kencing pada anak pengompol lebih kecil daripada anak anak yang normal. Apakah ngompol primer ada hubungannya dengan masalah emosional? Beberapa orang tua mempercayai bahwa kebiasaan ngompol primer yang terjadi pada anak anak mereka disebabkan oleh karena faktor emosional. Namun tidak ada penelitian di bidang kedokteran yang mampu membuktikan pernyataan ini. Bagaimana mengatasi ngompol primer? Cara mengatasi ngompol primer sangat berhubungan dengan waktu. Kesabaran dan peran serta orang tua sangat diharapkan. Namun tidak sedikit dari mereka yang frustasi dengan lamanya sang anak mengalami ngompol primer dan mencoba melakukan berbagai cara untuk mengatasinya termasuk dengan memberikan penghargaan atau hadiah bila sang anak tidak ngompol. Ternyata tindakan ini cukup berhasil dalam mengatasi ngompol primer. Tujuh puluh lima persen dari anak pengompol primer mengalami kemajuan yang berarti dengan cara ini. Orang tua yang selalu memotivasi anaknya untuk mengontrol kebiasaan ngompol sangat berpengaruh terhadap kemampuan sang anak dalam mengendalikan pengeluaran urine. Seberapa sering kejadian ngompol sekunder? Hanya sekitar 2%-3% dari anak pengompol yang kebiasaan ngompolnya disebabkan oleh karena faktor penyakit. Faktor inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya ngompol sekunder. Penyakit apa saja yang menyebabkan ngompol sekunder? Infeksi saluran kemih, gangguan metabolisme (kencing manis usia dini), tekanan berlebihan pada kandung kencing, dan gangguan saraf tulang belakang. Tekanan yang berlebihan pada kandung kencing terutama disebabkan oleh karena gangguan pengeluaran kotoran sehingga akumulasi kotoran pada usus besar akan menekan kandung kencing. Bagaimana mendiagnosa penyebab ngompol? Umumnya, wawancara lengkap tentang riwayat keluhan yang dialami pasien dan pemeriksaan fisik sudah bisa memberikan gambaran tentang penyebab terjadinya ngompol sekunder. Akan lebih lengkap lagi bila ditambahkan dengan pemeriksaan urine dan biakan kuman urine. Pada ngompol sekunder kadang diperlukan pemeriksaan radiologi dan laboratorium yang lebih lengkap. Bagaimana mengobati ngompol sekunder? Pengobatan ngompol sekunder sangat tergantung dari penyebab yang mendasarinya. Dengan diobatinya penyakit yang mendasari maka diharapkan gangguan ngompol tidak akan terjadi lagi. Keberhasilan dari pengobatan ini tergantung dari keberhasilan dalam menemukan dan mengobati penyakit yang mendasari tersebut. (perempuan.com) |
Yang Perlu Diketahui Tentang Ngompol Pada Anak
Selasa, 22 Juni 2010 Diposting oleh WA08812941957 di 03.14 0 komentarBelajar Lebih Penting Daripada Bermain?
Diposting oleh WA08812941957 di 03.13 0 komentarDitulis oleh Martina Rini S. Tasmin, SPsi |
Arieeeeeeeef, kok masih juga main mobil-mobilannya, Mama kan sudah bilang dari tadi, kamu sekarang harus mengerjakan pr dari sekolah, sebentar lagi kan mau berangkat kumon. Aaaah Mama, nanti dulu deh, Arief kan mainnya baru sebentar banget, belum selesai nih Ma. Ini kan ambulans, ambulansnya lagi antar Lala ke rumah sakit, nggak boleh berhenti di jalan harus cepat sampai, kalau brenti-brenti kan kasian Lalanya, nanti nggak cepat sembuh. Brem brem brem brem breemmmmmmmmm Banyak orangtua mengatakan kalau anak-anaknya malas dan tidak mau disuruh belajar, maunya maiiiiiin saja dan nonton tv. Orangtua harus tarik urat kalau menyuruh anaknya belajar. Tapi di sisi lain justru bisa dilihat kalau anak masa sekarang justru lebih banyak belajar dibandingkan dengan masa kanak-kanak saya, misalnya. Sekolah-sekolah untuk anak-anak ada yang sudah dimulai dari anak umur 1,5 tahun (walaupun sekolah usia ini tentunya belum mulai belajar). Banyak TK yang menekankan kurikulumnya untuk mengajar anak membaca, menulis dan berhitung, bukan lagi sekedar bermain-main. Anak-anak SD bersekolah dengan waktu sekolah yang lebih panjang. Pulang sekolah anak masih mengikuti bermacam-macam les, misalnya kumon, sempoa, super brain, balet, piano dan komputer. Selain untuk sekolah dan les, anak-anak juga masih perlu waktu untuk mengerjakan pr, mandi, makan dan istirahat (tidur). Jadi kapan dong waktu anak-anak bermain? Jadi sebenarnya, apakah anak-anak memang malas belajar atau mereka kurang waktu bermain? Orangtua sekarang ini seringkali cukup ambisius terhadap anak-anaknya, mereka ingin anaknya sepintar mungkin, dan diwujudkan dengan mengikutkan anak pada berbagai macam les. Tidak salah kalau orangtua berharap anak sepintar mungkin, tapi kebutuhan anak untuk bermain jangan diabaikan, karena bermain adalah hal yang penting buat anak. Apakah bermain itu?
Di luar pendapat Hughes, ada ahli-ahli yang mendefinisikan bermain sebagai apapun kegiatan anak yang dirasakan olehnya menyenangkan dan dinikmati (pleasurable and enjoyable). Bermain dapat menggunakan alat (mainan) ataupun tidak. Hanya sekedar berlari-lari keliling di dalam ruangan, kalau kegiatan tersebut dirasakan menyenagkan oleh anak, maka kegiatan itupun sudah dapat disebut bermain. Apakah bermain penting? Papalia (1995), seorang ahli perkembangan manusia mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain anak-anak, menemukan dan mempelajari hal-hal/keahlian baru (dan belajar {learn} kapan harus menggunakan kemampuan tersebut) serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya (need). Lewat permainan, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang. Apa untungnya kalau anak bermain? Membaca uraian tentang pentingnya bermain, orangtua mungkin berpikir hal-hal tersebut di atas bisa didapatkan anak dengan cara belajar (study). Malah dengan belajar anak bisa pintar, kalau main terus-terusan anak tidak bisa pintar. Pendapat ini ada benarnya juga, terutama jika kepintaran hanya berhubungan dengan kemampuan akademis seperti membaca, menulis dan berhitung. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, kepintaran bukan hanya sekedar membaca, menulis dan berhitung, dan juga kemampuan akademis bukan satu-satunya hal yang penting dan dibutuhkan. Ada hal lain yang penting dan dibutuhkan, misalnya kemampuan berkomunikasi, memahami cara pandang orang lain dan bernegosiasi dengan orang. Hal-hal tersebut tidak bisa didapatkan dengan belajar. Perasaan senang, menikmati, bebas memilih dan lepas beban karena tidak punya target, juga tidak bisa didapatkan dari kegiatan belajar. Ketika bermain, anak berimajinasi dan mengeluarkan ide-ide yang tersimpan di dalam dirinya. Anak mengekspresikan pengetahuan yang dia miliki tentang dunia dan kemudian juga sekaligus bisa mendapatkan pengetahuan baru, dan semua dilakukan dengan cara yang menggembirakan hatinya. Tidak hanya pengetahuan tentang dunia yang ada dalam pikiran anak yang terekspresikan lewat bermain, tapi juga hal-hal yang ia rasakan, ketakutan-ketakutan dan kegembiraannya. Orangtua akan dapat semakin mengenal anak dengan mengamati ketika anak bermain. Bahkan lewat permainan (terutama bermain pura-pura/role-playing) orangtua juga dapat menemukan kesan-kesan dan harapan anak terhadap orangtuanya dan keluarganya. Bermain pura-pura menggambarkan pemahamannya tentang dunia dimana ia berada. Kreativitas anak juga semakin berkembang lewat permainan, karena ide-ide originallah yang keluar dari pikiran anak-anak, walaupun kadang-kadang terasa abstrak bagi orangtua. Tidak hanya orangtua yang mengalami stres, anak-anak juga bisa. Stres pada anak dapat disebabkan oleh beban pelajaran sekolah dan rutinitas harian yang membosankan. Bermain dapat membantu anak untuk lepas dari stres kehidupan sehari-hari. Jadi apakah anak saya masih perlu bermain? Tentu saja sudah jelas jawabannya bahwa anak perlu bermain. Mungkin yang dikawatirkan orangtua adalah kalau anak terlalu banyak bermain dan tidak mau belajar. Kembali kepada ilustrasi awal, yang perlu dipastikan adalah apakah anak masih punya waktu bermain, setelah kegiatan belajar yang padat. Kalau memang sebenarnya anak punya waktu bermain, lalu berlanjut terus hingga tidak mau belajar, maka masalahnya adalah bagaimana kita memotivasi anak agar mau belajar. Hal memotivasi anak belajar tidak akan dibicarakan dalam artikel ini. Saran bagi orangtua:
Daftar pustaka: Hughes, Fergus. (1999). Children, Play and Development. Boston. Papalia, Diane E. (1995). Human Development. New York: McGrwa-Hill Inc. (e-psikologi) |
Bayi Laki-laki atau Perempuan ada Kiatnya
Diposting oleh WA08812941957 di 03.11 0 komentar Secara ilmiah, penentuan jenis kelamin calon bayi sangat dipengaruhi oleh jenis kromosom yang berhasil menjangkau sel telur. Bila kromosom X yang membuahi sel telur, maka akan lahir bayi perempuan. Sebaliknya, bila kromosom Y yang membuahi, maka akan lahir bayi laki-laki. Sifat kromosom X berbeda dengan kromosom Y. Kromosom X, meski masa hidupnya lebih lama, memiliki kemampuan "berenang" lebih lambat dibandingkan dengan kromosom Y. Sedangkan kromosom Y itu perenang tangkas meski masa hidupnya lebih pendek. Kiat yang mengikuti paham mitologi kuno, yang juga diikuti oleh dr. Jules Black dari Australia, ini katanya keberhasilannya mencapai 85%. Untuk memperbesar kemungkinan mendapatkan bayi laki-laki, dianjurkan agar sanggama dilakukan tepat pada saat sang istri sedang dalam masa ovulasi. Untuk mengetahui saat itu, Anda bisa membeli peralatan sederhana (kit) yang tersedia di apotek. Posisi sanggama yang dianjurkan, istri memunggungi dada suami. Posisi ini katanya lebih menjamin "tersimpannya" cairan sperma selain berdekatan sekali dengan bagian leher rahim istri. Dengan demikian, kromosom Y yang kemampuan berenangnya lebih cepat, praktis akan lebih cepat pula mencapai sel telur. Semakin sering cara ini dilakukan, semakin besar kemungkinannya untuk mendapatkan bayi laki-laki. Bila kita menginginkan bayi perempuan, sanggama dilakukan sampai batas dua atau tiga hari sebelum masa ovulasi. Dengan demikian hanya kromosom X yang lebih bertahan lama sementara menunggu sel telur terlepas dari ovarium. Sebelum hubungan dilakukan, dianjurkan untuk mengkonsumsi cairan asam. Di sini, dianjurkan pula agar penetrasi pria tidak terlalu dalam, sehingga diharapkan sel sperma kromosom X saja yang berkesempatan tetap hidup dan terus berenang menuju sel telur. Disarankan posisi sanggamanya yang klasik (berhadapan). Menghindari orgasme (bagi istri) lebih dianjurkan agar tercipta lingkungan dalam vagina yang lebih alkalis (basa), lingkungan favorit bagi kromosom X. Sebuah studi di Prancis menganjurkan, bila menginginkan bayi laki-laki, disarankan lebih banyak mengkonsumsi makanan asin, daging, serta makanan yang banyak mengandung kalium seperti pisang, aprikot, dan seledri. Bila ingin anak perempuan, banyak makan makanan yang mengandung banyak zat besi dan kalsium. Tentu saja pilihan ini lebih tepat ditujukan bagi pasangan yang tidak mempunyai masalah dengan sistem reproduksinya. (dr. Audrey Luize) |
8 Cara Melepas Kelekatan Anak
Diposting oleh WA08812941957 di 03.10 0 komentar Di usia ini, anak memang masih amat lengket dengan orang tuanya. Namun dengan perlakuan yang tepat, melepas anak agar lebih mandiri, tidak mustahil, kok. Dalam melakukan aktivitas apa pun, kebanyakan anak usia batita ingin ditemani ayah-ibunya. Sarapan, mandi, pakai baju, atau minum susu, semua harus melibatkan kita. Kalau tidak, ia bisa ngambek. Sementara, setumpuk pekerjaan masih menunggu untuk diselesaikan. Menanggapi hal ini, Niken Ayu Purbasari, S.Psi. mengatakan, penyebab kelekatan anak yang berlebih tak lain disebabkan pola asuh keliru. Jika orang tua selalu membiasakan diri menolong anak, kelewat melindungi, membatasi gerak, dan bersikap otoriter terhadapnya, wajar saja bila akhirnya ia sangat tergantung pada orang tua, kelewat lengket, dan kurang bisa bersikap mandiri. "Anak, kan, belajar dari lingkungan, terutama lingkungan keluarga. Kalau keluarga menerapkan pola pendidikan yang keliru, bukan tidak mungkin pertumbuhan kepribadiannya jadi kurang baik," urai psikolog dari Yayasan Mutiara Indonesia ini. Ketidakmandirian semacam itu jelas akan menimbulkan kerugian bagi si kecil. Di antaranya, tidak bisa secara optimal mengembangkan kepribadian, serta kemampuan sosialisasi dan kehidupan emosionalnya juga terhambat. Itulah mengapa orang tua dituntut mencermati kelekatan yang berlebih ini, sekaligus segera melakukan langkah-langkah perbaikan. Jika tidak, pengaruh buruknya akan berbekas hingga ke masa mendatang. Ingat, masa batita merupakan dasar dari pembentukan kepribadian seorang anak hingga ia berusia dewasa. Berikut 8 langkah yang diberikan Niken, agar anak bisa melonggarkan keterikatannya pada ayah-ibu. 1. TUMBUHKAN RASA AMAN DAN NYAMAN Kelewat lengket dengan orang tua sebetulnya merupakan ungkapan rasa tidak aman. Rasa ini umumnya muncul pada saat anak berada di luar rumah. Saat itu ia merasa harus terpisah dari keluarganya, terutama ayah dan ibu. Agar anak merasa aman, orang tua perlu memberi penjelasan sederhana yang mudah dimengerti, contohnya, "Om ini baik, kok. Dia juga pintar nyanyi dan bikin mainan lucu-lucu. Jadi, kamu enggak perlu takut." Selain aman, tumbuhkan pula rasa nyaman. "Kenapa takut? Kan, Mama ada di sini, di samping Adik," misalnya. Jangan lupa, tersenyumlah kepadanya agar tumbuh perasaan nyaman. Rasa aman dan nyaman merupakan modal penting dalam melakukan berbagai aktivitas. Dengan merasa tenteram ia bisa bebas bermain yang berarti memudahkannya melepaskan diri dari kelekatan dengan orang tua. 2. BINALAH RASA PERCAYA DIRI. Rasa percaya diri erat kaitannya dengan kemampuan menjadi mandiri. Jika diteruskan, kemandirian adalah lepasnya ketergantungan anak dari orang tua. Pupuklah rasa percaya diri anak dengan memberinya kebebasan dan kepercayaan melakukan segala sesuatu, asalkan tidak berbahaya. Contohnya, biarkan anak memutuskan sendiri hari ini akan memakai baju yang mana. Beri kesempatan padanya untuk mengenakan baju dan sepatunya sendiri, bahkan menyisir rambut. Melalui kesempatan dan kebebasan yang kita berikan, rasa percaya dirinya akan terpupuk. Dari hari ke hari ia jadi semakin yakin dapat melakukan tugas-tugas tadi. Bila kebiasaan ini terpupuk dengan baik, nantinya anak dapat memutuskan apakah dia memang bisa dan harus melakukan sesuatu atau tidak. Jangan lupa, pengalaman pertama yang dirasa menyenangkan dan memberi kepuasan pasti akan mendorong anak untuk melakukannya kembali. 3. HARGAI ANAK Jangan pelit memberi penghargaan yang pas. Jangan pula menghubung-hubungkannya dengan pemberian materi. Pujian, belaian, ucapan kata-kata sayang dan hal-hal sejenis sudah cukup menumbuhkan rasa percaya diri anak. Penghargaan atas hasil yang dicapai anak juga merupakan fondasi bagi bangunan percaya dirinya. "Setiap individu, termasuk anak pasti ingin mendapat penghargaan atas apa pun yang sudah dilakukannya. Termasuk bila masih terdapat kesalahan di sana-sini." Pada anak yang merasa dihargai akan terbentuk konsep diri yang positif. Nah, konsep diri seperti itulah yang nantinya akan mendukung perilaku-perilaku positif. 4. KELELUASAAN BERMAIN Biarkan anak bebas bermain bersama teman-temannya. Jangan lelah mendorongnya agar tertarik bermain bersama teman-teman. "Lihat, tuh. Kayaknya asyik banget, ya, main bola dengan teman-teman. Ayo, ikut main sana." Memperbanyak hubungan anak dengan dunia luar, baik dengan teman-teman sebaya maupun dengan yang beda usia akan menguatkan rasa percaya dirinya. Buang jauh sikap overprotektif yang hanya akan merusak rasa percaya dirinya. Larangan ini-itu hanya akan mematikan kreativitas anak yang selanjutnya memperkuat rasa ketergantungan pada orang tua. Nah, agar anak bisa diarahkan melakukan segala sesuatu sendiri, mulailah dari hal-hal kecil yang kemudian meningkat ke hal-hal besar. Bila dari awal rasa percaya diri anak relatif rendah, sementara ia juga kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi sama sekali, bukan mustahil akan makin sulit meminta anak tampil bersama orang lain. Tak heran, dalam melakukan aktivitas apa pun ia hanya mau bersama-sama dengan orang tua saja. 5. PERKENALKAN LINGKUNGAN DI LUAR RUMAH Buka wawasannya dan beri ia alternatif kegiatan yang melibatkan banyak orang. Semisal mengajaknya ke rumah tetangga atau kerabat yang memungkinkannya bermain bersama kawan sebaya. Anak yang sudah memiliki rasa percaya diri umumnya akan lebih mudah diajak berkenalan dengan lingkungan luar rumah. Bermodal rasa percaya diri, anak lebih mampu diharapkan menekan rasa takut dan mindernya saat berada di lingkungan yang lebih luas. Kesempatan untuk mengenal lingkungan yang lebih luas inilah yang sepatutnya diberikan orang tua. 6. HINDARI INTERVENSI Ketika anak mengalami masalah, orang tua sebaiknya jangan langsung menolong, apalagi mengambil alih semua permasalahan anak. Pola asuh semacam ini hanya akan membuatnya kurang memiliki citra diri positif dan semangat juang. Pada anak yang mengalami masalah kelekatan, sikap orang tua yang ingin tampil sebagai dewa penolong dengan gemar main potong hanya akan menguatkan kelekatannya. Menghadapi masalah apa pun, anak merasa tak perlu berusaha. Soalnya, ia tahu persis orang tuanya akan segera turun tangan. Sikap ini kian mempertegas ketergantungannya. Boleh jadi, intervensi orang tua dilakukan atas dasar rasa sayang. Tujuannya, membebaskan anak dari masalah. Namun kenyataannya, sikap seperti ini sama sekali tidak menguntungkan anak. Sebaliknya, kalau orang tua memang sayang, latihlah ia menolong diri sendiri. Mulailah dari hal-hal sederhana, seperti menyuap makanan sendiri. Yang tidak kalah penting, janganlah mudah menyerah. Upaya yang merupakan salah satu dari tahapan belajar ini memang butuh waktu yang panjang disamping kesabaran. 7. ARAHKAN, BUKAN MALAH MEMOJOKKAN Jika anak keliru atau tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya, barulah orang tua boleh ikut nimbrung. Itu pun sebatas memberi arahan dan bukan merampas kesempatan. Hanya saja, arahan yang diberikan haruslah disampaikan secara bijak. "Lo, kok, pegang sendoknya terbalik. Nasinya jadi tumpah, deh. Harusnya kamu pegang seperti ini (sambil mencontohkan) lalu masukkan ke mulut." Penjelasan bijak yang bersifat mengarahkan akan sangat membantu dalam memperbaiki kesalahan tanpa membuat ketergantungannya jadi semakin kuat. Hindari pula sikap maupun kata-kata yang bersifat memojokkan, apalagi yang bernada menghujat. Kata-kata seperti itu hanya akan membuatnya merasa rendah diri dan takut mencoba atau melakukan sesuatu sendiri. Inisiatifnya surut ke batas minimum. Kala mendapat tugas apa pun, ia akan selalu kembali ke orang tuanya tanpa berusaha hanya karena ia takut salah, dicemooh, dan dipojokkan. Yang lebih celaka, anak akan merasa orang tuanya selalu benar, sementara dirinya selalu salah, yang akhirnya kian menyulut ketergantungan. 8. JANGAN KELEWAT MENUNTUT Orang tua, sebaiknya jangan terlalu menuntut anak untuk bisa melakukan apa saja sesuai standar tertentu. Misalnya, menuntut anak mengancing baju sendiri dengan sempurna. Bila tuntutan-tuntutan semacam ini dipaksakan kepadanya, sementara kemampuannya belum tumbuh dengan baik, hal itu hanya akan memunculkan konsep diri yang negatif. Padahal, agar bisa berkembang secara optimal, dibutuhkan suasana kondusif yang bisa memunculkan semua potensi anak. Irfan Hasuki |
Membantu anak menghadapi masalah gawat
Diposting oleh WA08812941957 di 03.07 0 komentar Biasanya apa yang anda lakukan ketika anda menemukan bahwa anak anda menghadapi masalah yang gawat? Itu semua akan tergantung akan banyak hal seperti misalnya usia anak anda, kebutuhannya dan kemampuannya untuk mengerti. Tetapi ada beberapa panduan tertentu yang dapat anda ikuti untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut.
|
4 Trik Jitu agar Si Kecil Tak Sering Bertengkar
Diposting oleh WA08812941957 di 03.06 0 komentar Salah satu kesulitan yang mesti dihadapi para orang tua adalah saat anak-anak mereka bertengkar. Dr Fredrick Toke, terapis khusus anak mengatakan: ''Sebagai orang tua kita harus mengajarkan mereka untuk bertoleransi, mempunyai empati dan tahu cara menyelesaikan masalah tanpa mendatangkan masalah''. Berikut 4 trik jitu cara menyiasati... ''Karen (32 tahun) hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat kedua buah hatinya 'asyik' bertengkar.. Riza (5tahun) dan Inggrid (4 tahun) sepertinya tidak pernah capai untuk saling berebut sesuatu. Mulai dari remote tv, playstation, buku cerita sampai memandikan Choco, anjing peliharaan mereka. Kalau sudah begitu Karen hanya tinggal tunggu waktu saja sampai salah seorang mereka menangis dan mengadu kepadanya.'' Banyak orang menyarankan sebaiknya punya anak dengan rentang waktu kelahiran sekitar 1-2 tahun. ''Supaya capeknya sekalian'', itu alasannya. Membesarkan 1 orang anak saja sudah cukup melelahkan apalagi 2 orang anak sekaligus! Kan sampai dengan umur 5 tahun adalah saat-saat paling penting bagi pertumbuhan anak. Sebagai seorang ibu tentu kita tidak mau mereka 'salah asuhan'. Salah satu kesulitan yang mesti dihadapi para orang tua adalah saat anak-anak mereka bertengkar. Dr Fredrick Toke, terapis khusus anak mengatakan: ''Sebagai orang tua kita harus mengajarkan mereka untuk bertoleransi, mempunyai empati dan tahu cara menyelesaikan masalah tanpa mendatangkan masalah''. Berikut 4 trik jitu cara menyiasati agar si kecil bisa berhenti bertengkar: 1. Habiskan Waktu yang Sama untuk Setiap Anak Situasi: Luna tidak mau keluar kamar sejak pulang sekolah. Dia ngambek begitu tau ayahnya menemani Luigi kursus sepak bola sore ini. Pikir Luna ayahnya tidak adil, karena ia tidak pernah ditemani ayahnya les piano. Trik: Habiskan waktu yang sama untuk setiap anak. Temani mereka dalam melakukan hobi atau kursus yang mereka kerjakan. Ahli mengatakan: Rasa marah si kecil karena cemburu akhirnya membuat mereka mencari alasan untuk bertengkar dengan saudaranya. ''Mereka akan berpikir Anda tidak adil karena Anda hanya mencintai yang lain'', ujar Dr Liz Norris. Nah, menghabiskan waktu bersama, selain menghapus kecemburuan itu juga membuat ikatan kekeluargaan semakin erat. 2. Beri Jam Weker Situasi: Aldi dan Alda ribut memperebutkan remote TV. Aldi ingin menonton Takashi Castle sementara Alda ingin menonton telenovela Dolce Maria di saluran lain. Trik: Pasang jam weker! setiap anak diberi waktu 15 menit untuk menonton acara favoritnya. Bila alarm jam sudah berbunyi berarti 15 menit berikutnya untuk anak yang lain. Ahli mengatakan: ''Adanya jam weker membuat mereka merasa mendapatkan pembagian waktu yang persis sama'', ujar Dr. Mark W Roberts, profesor di The Idaho state University. Namun sebaiknya Anda mengajak mereka bicara dahulu, ajarkan untuk menyelesaikan masalah bersama dengan sikap toleransi . Bila tidak ada titik temu barulah dipakai trik ini. Jika tidak ada yang mau mengalah, bertindaklah tegas tidak memperbolehkan keduanya menonton televisi, agar mereka tahu bahwa sikapnya bisa merugikan dirinya juga. 3. Beri Kode untuk Barang Setiap Anak Masalah: Iko dan Erick selalu rebutan botol minum saat mau les berenang. Teriakan ''Ini punya aku!'' jadi sering terdengar di kuping. Trik: Beri kode tertentu untuk setiap anak. Misalnya warna biru untuk Iko dan warna hijau untuk Erick. Bisa juga menggunakan angka. Ahli mengatakan: ''Anak-anak sering ribut hanya untuk sesuatu yang tidak jelas. Pemberian kode bisa mengajarkan mereka berempati terhadap sesama, mereka akan mengerti bagaimana perasaan orang lain bila barangnya dipakai atau direbut'', ujar Dr. Janet Brown penulis What Colour is Your Personality. 4. Periksa Program Televisi Masalah: Akhir-akhir ini Uli suka memukuli Ila adiknya. Tidak keras sih tapi cukup membuat Ila berteriak mengaduh dan membalas memukul. Ketika ditanya Uli bilang kalau dia sedang berperan menjadi jagoan seperti di film yang ditontonnya. Trik: Periksa program televisi yang hendak ditonton. Jangan sampai si kecil menonton film yang penuh adegan kekerasan. Ahli mengatakan: ''Di masa pertumbuhan, anak mudah sekali dipengaruhi oleh apa yang dilihat dan didengar'', ujar Joanna Sulli, seorang psikolog anak. Bila sang buah hati ingin menonton suatu program acara pastikan Anda sudah menontonnya terlebih dahulu sebagai pencegahan bila ternyata program tersebut tidak cocok untuk anak-anak. (sumber: hanyawanita.com) |
Disleksia Pada Anak
Diposting oleh WA08812941957 di 03.05 0 komentarDitulis oleh Mutia Nst |
Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia. Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar 2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan. Deteksi dini disleksia pada anak Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada seseorang yang tidak sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau tidak sesuai dengan usia, tingkat kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu terdapat masalah yang berhubungan dengan proses fonologik. Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk menderita disleksia. Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di sekolah tetapi sering orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat terlambat berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan tidak belajar membaca pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal pelajaran sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan tingkat kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca. Walaupun anak telah diajarkan secara khusus, biasanya anak tersebut akan dapat membaca tetapi lebih lambat. Anak tidak akan fasih membaca dan tidak dapat mengenali huruf secara tepat. Disgrafia biasanya menyertai disleksia. Selain itu penderita disleksia akan mengalami gangguan kepercayaan diri. Penilaian membaca Membaca dinilai berdasarkan analisis, kefasihan dan pemahaman. Tes yang dapat digunakan untuk menilai fonologi anak adalah Comprehensive Test of Phonological (CTOPP). Tes ini mencakup kepekaan fonologik, analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah distandarisasi di Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa. Pada anak usia sekolah salah satu tes yang penting adalah menilai apakah anak tersebut dapat menganalisis kata. Tes yang digunakan adalah Woodcock-Johnson III dan Woodcock Reading Mastery Test. Kefasihan berbicara dinilai dengan Gary Oral Reading Test. Untuk menilai kecepatan membaca suatu kata digunakan Test of World Reading Efficiency (TOWRE). Sebagai uji tapis bagi para dokter, disarankan untuk mendengarkan dengan seksama saat anak membaca yang sesuai dengan usianya. Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang Pemeriksaan fisis memiliki peran yang sangat terbatas dalam mendiagnosis disleksia. Gangguan sensori primer harus disingkirkan. Pemeriksaan neurologik pada penderita disleksia biasanya normal. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, elektroensefalografi dan analisis kromosom hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan mengingat terdapat kelainan genetik seperti sindrom Klinefelter yang berhubungan dengan kesulitan bahasa dan mambaca. |
Ajari si Kecil Menghargai Perbedaan
Diposting oleh WA08812941957 di 03.04 0 komentar Lewat kata dan perbuatan, Anda dapat mengajarjkan pada anak-anak tentang empati dan pentingnya menghargai orang lain, terlepas dari semua perbedaan yang ada. Jika dulu ukuran kecerdasan anak kerap merujuk pada IQ (Intelligent Quotient), maka kini banyak ahli menekankan pentingnya membangun EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Seocial Quotient), sebagai modal keberhasilan anak. Kemampuan berinteraksi dengan berbagai kalangan adalah salah satu ketrampilan sosial yang berperan penting dalam mendorong seorang anak untuk berempati, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang lain. Semua kemampuan tadi tentu sangat diperlukan kelak saat ia dewasa dan masuk dalam dunia kerja dan lingkungan sosial. Membangun kemampuan berinteraksi dan saling menghormati dengan orang dari berbagai kalangan tidak dapat dilakukan secara instan maupun dipelajari lewat nasihat semata. Anak-anak memerlukan contoh yang nyata. Sebagai orang tua, Anda biasanya menjadi role model utama bagi si Kecil. Anak-anak telah menyadari adanya perbedaan sejak usia sangat muda, meski orang dewasa di sekitarnya tidak pernah membicarakannya. Meski menyadari adanya perbedaan, namun mereka belum memahami apa arti perbedaan tersebut. Dari orang-orang dewasa di sekitarnya ia belajar tentang arti dan sikap dalam menghadapi perbedaan. Diane Maluso, Associate Professor of Psychology di Elmira College, juga menekankan pentingnya peran orang tua tersebut. “Anak-anak bekajar tentang sikap orang tua terhadap orang lain dari cara orang tuanya berinteraksi dan dengan ungkapan-ungapan yang dilontarkan mengenai orang lain”, paparnya. Lewat sikap serta bahasa yang digunakan orang tuanya terhadap orang lain, anak-anak belajar tentang konsep diri dan relasinya dengan orang lain. Jika Anda memiliki hubungan baik serta menunjukkan rasa hormat pada orang yang berbeda baik secara fisik, gender, sosial maupun ekonomi maka anak akan belajar bahwa semua perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan. Namun kalau anda justru kerap meremehkan atau berbicara dengan tidak sopan pada orang-orang tertentu, jangan heran jika si Kecil pun akan melakukan hal yang sama. Contoh paling sederhana, ingat-ingatlah cara memperlakukan pembantu rumah tangga dan supir di rumah. Kalau Anda kerap berbicara dengan nada memerintah dan meremehkan, siap-siap saja mendengar hal yang sama keluar dari mulut si Kecil. Pada usia Sekolah Dasar, pemahaman anak akan status sosial dirinya serta teman-temannya juga makin meningkat dan mendorong terbentuknya sikap-sikap tertentu yang berkaitan dengan status sosialnya. Namun begitu, pada usia ini sikap egosentris anak-anak juga telah berkurang dibanding usia balita hingga mereka mulai mampu memfokuskan diri pada kualitas internal seperti kebaikan dan keburukan seseorang, dibandingkan perbedaan eksternal seperti perbedaan ras maupun kelas sosial. Pada tahap ini, lagi-lagi orang tua sangat berperan dalam mendorong anak-anaknya untuk mengeksplorasi perbedaan yang ada, memberikan penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan mereka, dan melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan yang membuka ruang berinteraksi dengan berbagai kalangan. Berikut beberapa tips untuk mendorong anak-anak agar menghargai dan tidak membeda-bedakan orang dari berbagai kalangan:
|
Tips Mengajari Anak buang air kecil
Diposting oleh WA08812941957 di 03.02 0 komentarTanda Kesiapan Toilet Training |
"Duuh udah 2 tahun kok masih ngompol terus..." Begitu mungkin yg ada dalam pikiran kita sebagai orang tua, nah berikut ini adalah tanda-tanda kesiapan anak untuk toilet training:
|
Pendidikan Anak
Diposting oleh WA08812941957 di 03.01 0 komentar Sebagai orang tua kita ingin memberikan pendidikan yang terbaik pada anak-anak kita. Dan hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, memilihkan sekolah yang baik buat anak-anak kita. Saat memasukan anak-anak kita ke playgroup berbeda dengan TK, karena yang diutamakan adalah beradaptasi/sosialisasi dengan teman sebayanya disamping ada tujuan lain diantaranya :
Saat anak memasuki sekolah yang lebih tinggi SD, SMP, SMA pertimbangan mutu sekolah, disiplin sangat diutamakan, kemudian kita berpikir untuk memasukan anak-anak kita pada sekolah swasta sesuai dengan agama atau pertimbangan lainya. Sekolah swasta memiliki fasilitas lebih dari sekolah negeri, dan guru yang selalu membimbing, mengarahkan dapat mudah ditemui, dengan bayaran yang tinggi sekolah swasta hanya dapat dinikmati golongan tertentu yang akhirnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Berbeda dengan sekolah negeri yang miskin akan fasilitas, guru yang terkadang tidak ditempat, sehingga murid "dipaksa" untuk mampu mandiri dan belajar sendiri, dan banyak keanekaragaman murid. Kebanyakan dan disadari atau tidak, memilih sekolah terkadang merupakan obsesi dari orang tua & rasa cinta Almamater. Pendidikan anak bukan hanya disekolah saja, tetapi dirumah dan di masyarakat sekitar kita. Sebagai orangtua hanya berusaha membangun fondasi yang kuat untuk mereka termasuk mental-spiritual dan kita harus dapat menjadi teladan yang baik untuk anak kita. Sebagai orangtua sebaiknya tidak hanya memikirkan IQ anak saja tetapi kita berusaha membentuk keseimbangan antara IQ dan EQ (kecerdasan emosional seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan), karena dengan EQ tinggi anak diharapkan dapat survive dalam segala masalah hidup walaupun anak itu hanya memiliki IQ yg rendah, dia mampu menghadapai kegagalan dan belajar mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut. Pada seseorang yang memiliki EQ rendah sedangkan berIQ tinggi, atau di atas rata - rata akan mempunyai kecendrungan untuk sulit menguasai emosi. Apapun usaha dan harapan orangtua pada anak hrus diingat bahwa itu adalah kehidupan anak bukan milik kita, maksud kita ingin anak kreatif dan mandir tetapi sudah ngatur semua masa depannya. (Dunia Ibu) |
Melatih Bayi Membaca
Diposting oleh WA08812941957 di 02.57 0 komentar
| ||||||||
Diposting oleh
WA08812941957
di
02.54
0
komentar
Sumber: http://map-info.net
MAP Indonesia (Mesencephalon Aktivation Program) adalah perusahaan franchise yang sangat memperhatikan pada pendidikan anak dengan pelatihan Aktivasi Potensi & Optimalisasi Fungsi Otak Tengah dan kecerdasan spiritual Anak Usia 5–13 Tahun, untuk meraih kehidupan yang cemerlang di masa yang akan datang.
Pada saat ini metode mengaktifkan fungsi otak tengah/ midbrain untuk pengoptimalisasian kemampuan otak merupakan satu hal baru di Indonesia.
Mesencephalon Activation Program menggunakan tekhnologi komputer modern dalam mengaktifkan midbrain melalui kolaborasi, audio visual dan Kecerdasan Spiritual.Mengembangkan kecerdasan spiritual akan membuat anak melihat sesuatu lebih tenang, meraih kembali antusiasme, menambah energi, menciptakan kegembiraan dan kegigihan yang merupakan ciri khas anak-anak.
MAP Indonesia merupakan salah satu penyedia pelatihan aktivasi dan opimalisasi otak tengah dan kecerdasan Spiritual. Pelatihan Aktivasi otak tengah adalah proses dimana anak mengalami pelatihan yang mampu melejitkan potensi diri dan sebuah fenomena, Menggugah dan mampu mengubah kehidupan yang akan membawa kita menemukan makna kebahagiaan yang hakiki”.Dalam proses pelatihan MAP, kita ajak anak-anak dalam pelatihan dalam kondisi yang senang, semangat, rileks, bahagia dan dalam proses aktivasi otak tengah juga kita kenalkan Tidur sambil belajar yang mampu meningkatkan daya ingat, melatih merasakan nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, yaitu Amal dan Syukur akan memperbesar kecerdasan spiritual anak beberapa kali lipat, Semakin cerdas spiritual anak akan menunjukkan kepolosan diri, Seperti layaknya karakter khas anak-anak, yaitu keceriaan, kegembiraan, spontanitas, antusias.
Adapun metode yang akan diajarkan adalah:- Mengenalkan kekuatan spiritual yang akan menimbulkan efek besar terhadap setiap yang ada pada otak, tubuh dan jiwa anak
- Aktivasi otak tengah / Midbrain dengan Tidur sambil belajar
- Metode membaca dengan mata tertutup
- Motivasi dan rahasia sukses
- Tekhnik membaca cepat / Speed reading
- Pemetaan pikiran / Mind mapping
- Tekhnik melatih daya ingat
- Bagaimana menjadi anak yang baik
- Sesi orang tua
- Meningkatkan konsentrasi
- Meningkatkan daya ingat
- Meningkatkan kreativitas
- Lebih cerdas
- Lebih berbakat
- Hormon lebih seimbang
- Membentuk karakter positif
- Emosi lebih stabil
- Lebih berprestasi
Hasil-hasil yang akan dicapai di atas sudah terbukti, kami lakukan dengan memberikan pelatihan terhadap Anak didik di beberapa kota di Indonesia
Adalah satu kebanggan buat kita semua apabila kita bisa membantu anak-anak Indonesia untuk mewujudkan cita-cita generasi muda yang religius, cerdas, jenius, terampil, dan berakhlaq.
Mulailah dari sekarang, janganlah menunda-nunda, Sebagai orang tua ini merupakan hak dan kewajiban Anda untuk mendidik putra-putri Anda. Membuat anak Anda senang, Anak-anak biasanya senang belajar dengan lingkungannya. Anda adalah guru alam baginya. Jangan terlalu menganggap remeh dengan kemampuan anak kita. Bila Anda menunjukkan banyak aktivitas pada anak maka ia akan menunjukkan minatnya. Anak-anak lebih cepat belajar dibanding orang dewasa. Ajarkan putra-putri Anda percaya diri. Ajarkan anak Anda merencanakan sesuatu. Yakinkah kepada anak Anda untuk tidak takut mencoba.
Sumber: http://map-info.net
Lima Poin Pendidikan Anak
Diposting oleh WA08812941957 di 02.51 0 komentar Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.
Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.
Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)
Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.
Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:
Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.
Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.
Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.
Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.
Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).
Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.
Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:
Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.
Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN)
Catatan:
Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.
Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)
Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.
Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:
Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.
Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.
Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.
Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
- Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
- Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
- Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.
Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).
Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.
Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:
Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.
Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN)
Catatan:
- Lima Poin Pendidikan Anak: -1.Paradigma sukses-2.Mengenal Tahapan dan Sifat-3.Metode-4.Isi-5.Target.
- Buku Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) diterjemahkan dengan judul “Sistem Pendidikan Islam” terbitan Al-Ma’arif Bandung, dan buku Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam) diterjemahkan dengan judul Pendidikan Anak Dalam Islam.
Pendidikan Anak
Diposting oleh WA08812941957 di 02.46 0 komentarSebagai orang tua kita ingin memberikan pendidikan yang terbaik pada anak-anak kita. Dan hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, memilihkan sekolah yang baik buat anak-anak kita.
Saat memasukan anak-anak kita ke playgroup berbeda dengan TK, karena yang diutamakan adalah beradaptasi/sosialisasi dengan teman sebayanya disamping ada tujuan lain diantaranya :
bermain & bersenang-senang, sharing, merasakan "menang dan kalah", melatih kreatifitas anak, melatih motorik kasarnya, mempersiapkan anak agar pada saat masuk TK sudah tidak lagi susah dalam bergaul / beradaptasi dengan guru serta teman-temannya..
- Agama, mencari sekolah yang sesuai dengan agama karena pelajaran agama harus sudah dikenalkan kepada anak dari sejak dia dalam kandungan Ortua & juga sejak dia sudah mengetahui/ mengenal agamanya. Atau mencari sekolah yang tidak berdasarkan agama tertentu sehingga diharapkan anak menyadari dan mengetahui adanya perbedaan agama, perbedaan ras dan anak dapat bersikap sopan terhadap yang lain dan anak sadar akan identitas dirinya tetapi juga luwes bergaul dengan mereka yang berbeda dari dirinya.
- Lokasi, dekat dengan rumah karena anak masih kecil, mudah untuk diantar dan dijemput. Jika terpaksa memilih sekolah yang letaknya jauh dari rumah, pengunaan bis sekolah dapat dipertimbangkan. Bis sekolah dapat melatih anak untuk mandiri dan bersosialisai dengan teman–teman yang berada dalam bis tersebut apalagi jika kedua orang tua bekerja dan tidak ada yang dapat mengantar dan menjemput, tetapi jika mengunakan bis sekolah anak akan berada terlalu lama dalam bis sekolah.
- Kurikulum, mutu pendidikan, kemampuan guru, dan sekolah tidak mematikan kreatifitas anak, dimana anak tidak dituntut untuk mengikuti kehendak gurunya.
- Biaya, dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan kualitas yang tidak mengecewakan.
Saat anak memasuki sekolah yang lebih tinggi SD, SMP, SMA pertimbangan mutu sekolah, disiplin sangat diutamakan, kemudian kita berpikir untuk memasukan anak-anak kita pada sekolah swasta sesuai dengan agama atau pertimbangan lainya. Sekolah swasta memiliki fasilitas lebih dari sekolah negeri, dan guru yang selalu membimbing, mengarahkan dapat mudah ditemui, dengan bayaran yang tinggi sekolah swasta hanya dapat dinikmati golongan tertentu yang akhirnya tidak ada perbedaan yang mencolok. Berbeda dengan sekolah negeri yang miskin akan fasilitas, guru yang terkadang tidak ditempat, sehingga murid "dipaksa" untuk mampu mandiri dan belajar sendiri, dan banyak keanekaragaman murid. Kebanyakan dan disadari atau tidak, memilih sekolah terkadang merupakan obsesi dari orang tua & rasa cinta Almamater.
Pendidikan anak bukan hanya disekolah saja, tetapi dirumah dan di masyarakat sekitar kita. Sebagai orangtua hanya berusaha membangun fondasi yang kuat untuk mereka termasuk mental-spiritual dan kita harus dapat menjadi teladan yang baik untuk anak kita.Sebagai orangtua sebaiknya tidak hanya memikirkan IQ anak saja tetapi kita berusaha membentuk keseimbangan antara IQ dan EQ (kecerdasan emosional seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan), karena dengan EQ tinggi anak diharapkan dapat survive dalam segala masalah hidup walaupun anak itu hanya memiliki IQ yg rendah, dia mampu menghadapai kegagalan dan belajar mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut. Pada seseorang yang memiliki EQ rendah sedangkan berIQ tinggi, atau di atas rata - rata akan mempunyai kecendrungan untuk sulit menguasai emosi.
Apapun usaha dan harapan orangtua pada anak hrus diingat bahwa itu adalah kehidupan anak bukan milik kita, maksud kita ingin anak kreatif dan mandir tetapi sudah ngatur semua masa depannya.
Jadikan Mereka Pribadi Visioner
Diposting oleh WA08812941957 di 02.33 0 komentar Oleh : M. Fauzil Adhim
Kita bisa mengajari anak-anak untuk menghafal dengan cepat dan membaca dengan lancar. Tetapi keterampilan melafazkan Al-Qur’an dengan benar tidak dengan sendirinya membuat anak-anak dekat hatinya pada Al-Qura’an. Bisa membaca dengan baik tidak sama dengan mampu mengambil petunjuk. Bahkan sekedar sadar bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk, pembeda dan penjelas pun belum tentu. Sebab, sangat berbeda antara memahami secara kognitif dengan dorongan spontan untuk selalu melihat bagaimana Al-Qur’an berbicara.
Itu sebabnya, berbicara tentang bagaimana mengajarkan Al-Qur’an sama pentingnya dengan menyakinin bahwa tidak ada keraguan sama sekali di dalamnya. Mengajarkan keterampilan membaca dan menghafal Al-Qur’an tanpa menanamkan kenyakinnan yang kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di dalamnya, tetapi tak bisa mengambil pelajaran di dalamnya.
Lalu apa yang perlu kita perhatikan? Pertama, kita berusaha menghidupkan jiwa anak-anak kita dengan Al-Qur’an. Kita limpahi mereka kasih sayang sebagaimana kita melihat lemah-lembutnya Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam terhadap anak. Berlimpah kasih-sayang saat sedang bersama mereka atau lebih-lebih saat mengajarkan Al-Qur’an merupakan bekal untuk membuat jiwa mereka hidup tatkala belajar. Selain itu, menghidupkan jiwa juga berarti membuat anak senantiasa melihat dan merasakan “ada ayat Al-Qur’an” dalam setiap kejadian yang mereka jumpai. Ini menuntut kemampuan guru untuk mengajarkan Al-Qur’an secara kontekstual. Artinya, guru harus menjadikan anak melihar bahwa kemana pun ia hadapkan wajahnya, di situlah ia melihat ayat Allah. Bukan mengkait-kaitkan Al-Qur’an agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau trend pemikiran. Yang demikian bukan kontekstual, tetapi tabrir al-waqi’ (pembenaran realitas).Kita bisa mengajari anak-anak untuk menghafal dengan cepat dan membaca dengan lancar. Tetapi keterampilan melafazkan Al-Qur’an dengan benar tidak dengan sendirinya membuat anak-anak dekat hatinya pada Al-Qura’an. Bisa membaca dengan baik tidak sama dengan mampu mengambil petunjuk. Bahkan sekedar sadar bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk, pembeda dan penjelas pun belum tentu. Sebab, sangat berbeda antara memahami secara kognitif dengan dorongan spontan untuk selalu melihat bagaimana Al-Qur’an berbicara.
Itu sebabnya, berbicara tentang bagaimana mengajarkan Al-Qur’an sama pentingnya dengan menyakinin bahwa tidak ada keraguan sama sekali di dalamnya. Mengajarkan keterampilan membaca dan menghafal Al-Qur’an tanpa menanamkan kenyakinnan yang kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur’an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di dalamnya, tetapi tak bisa mengambil pelajaran di dalamnya.
Hasil dari upaya “menghidupkan jiwa” adalah anak-anak yang memiliki orientasi hidup sangat kuat. Mereka menjadi pribadi visioner semenjak usianya yang belia. Sesungguhnya Al-Qur’an tidaklah berbicara dunia kecuali untuk mengajak manusia meraih kebahagiaan akhirat. Al-Qur’an mengajak kita untuk hidup dengan visi akhirat yang kuat, sehingga senantiasa bersungguh-sungguh melakukan kebaikan demi kebaikan yang Allah Ta’ala ridhai. Ini berarti kita harus memahamkan anak mengapa ada amal shalih yang diridhai, mengapa pula ada yang tidak.
Kedua, membangun tradisi berpikir yang bijak pada Al-Qur’an. Kita membiasakan anak memikirkan ayat serta mengambil pelajaran darinya. Kita menanamkan pola pikir berupa tradisi mendeduksikan ayat Al-Qur’an dengan memahami makna (tafsirnya) dari orang-orang yang memiliki otoritas dan literatur terpercaya. Sesudah itu, baru kita mengajak anak untuk menggunakan nalarnya agar mampu memahami lebih jauh. Jadi bukan menggunakan nalarnya lebih dulu baru memahami maknanya. Sebab ini lebih dekat dengan praduga daripada tafsir, lebih cenderung kepada pembenaran pikiran daripada menemukan kebenaran sehingga bisa mengoreksi kesalahan kita dalam berpikir.
Tampak sepele, tetapi jika tidak berhati-hati dalam mengajarkan kita bisa keliru mengembangkan cara berpikir yang sebaliknya. Anak-anak kita ajak untuk melihat realitas, memikirkan sebab akibat serta berusaha menemukan cara berpikir, sesudah itu baru mencari ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai. Yang demikian ini dapat menimbulkan kesalahan berpikir bahwa kebenaran Al-Qur’an itu relatif, jika cara berpikir semacam ini sudah tumbuh, akibat selanjutnya adalah runtuhnya keyakinan bahwa kebenaran Al-Qur’an bersifat mutlak. Tak ada keraguan di dalamnya. Pada gilirannya ini menyebabkan anak kelak tidak lagi mengambil petunjuk dari Al-Qur’an.
Na’udzubillahi min dzaalik..
Mirip tetapi sangat berbeda pengaruhnya adalah membiasakan anak berpikir dan berdiskusi, kemudian melihat bagaimana Al-Qur’an memberi petunjuk. Dalam hal ini, Al-Qur’an menjadi pemisah mana yang haq dan mana yang bathil dalam setiap perkara. Al-Qur’an menjadi penilai setiap urusan.
Ketiga, mengajarkan kepada anak untuk memegangi Al-Qur’an dengan kuat. Ada beberapa aspek kekuatan yang perlu kita bangun pada anak agar bisa berpegang pada Al-Qur’an. Semua saling berkaitan dan saling mendukung kesanggupan untuk menggenggam erat petunjuk Al-Qur’an.
Secara sederhana, beberapa aspek tersebut meliputi kekuatan hati sehingga mereka memiliki antusiasme yang kuat, kecintaan yang mendalam dan kemampuan menghafal yang baik; kekuatan pikiran sehingga memudahkan mereka belajar, menajamkan kemampuannya memahami maupun mengambil pelajaran; kekuatan fisik sehingga mereka memiliki kemampuan untuk mempertahankan, memperjuangkan serta daya untuk belajar; serta kekuatan motivasi sehingga mereka bisa belajar dengan keinginan yang kuat dan perhatian yang penuh.
Wallahu a’lam bishawab..
Langganan:
Postingan (Atom)
Read more: http://nucleus-smart.blogspot.com